JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengapresiasi terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri antara Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
SKB 3 Menteri tersebut mengatur ketentuan tentang penggunaan seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
SKB 3 Menteri itu salah satunya mengatur tentang murid dan guru di sekolah negeri yang berhak memilih seragam yang dikenakan dengan atau tanpa kekhasan agama tertentu. Namun, dari pantauan lapangan oleh jaringan FSGI di berbagai daerah, ternyata SKB 3 Menteri menimbulkan disinformasi di kalangan peserta didik, pendidik dan orang tua peserta didik.
"FSGI memberikan dukungan dan apresiasi terhadap hadirnya SKB 3 Menteri terkait dengan seragam sekolah. Dukungan yang kami berikan tentunya bukanlah cek kosong tetapi disertai dengan beberapa catatan," kata Sekjen FSGI, Heru Purnomo, Minggu (7/2/2021).
Baca juga: KPAI Apresasi Terbitnya SKB 3 Menteri soal Seragam Sekolah
Heru menyebutkan, Terbitnya SKB 3 Menteri ini diduga sangat erat kaitannya dengan peristiwa di SMK Negeri 2 Padang. Jangan sampai SKB ini hanya sebagai tindakan reaktif pemerintah untuk meredam gejolak yang muncul dari kasus tersebut tanpa kajian dan tindak lanjut untuk menyelesaikan tindakan intoleran dalam bentuk lainnya di sekolah.
"Seperti yang disampaikan Menag pada saat peluncuran SKB ini, apa yang terjadi di SMK Negeri 2 Padang merupakan puncak gunung es dari budaya intoleran di sekolah. Sehingga kami sangat berkeyakinan bahwa hadirnya SKB ini tidak akan cukup untuk menyelesaikan tindakan intoleran di sekolah," katanya.
Peristiwa yang terjadi di SMK Negeri 2 Padang bukanlah satu-satunya tindakan intoleran dalam penggunaan seragam sekolah. FSGI mencatat sedikitnya ada 10 Kasus yang terungkap ke publik sekitar tahun 2014-2021, di antaranya:
1. SMA N 2 Denpasar 2014 Larangan siswa menggunakan jilbab lewat Tata Tertib sekolah. Tidak disebutkan secara eksplisit pada aturan tersebut, tetapi siswa yang menggunakan seragam berbeda dianggap melanggar aturan sekolah.
2. SMA N 5 Denpasar 2014 Melarang siswa menggunakan tutup kepala lewat pengumuman membuat siswa yang ingin menggunakan jilbab mengurungkan niatnya.
3. SMP N 1 Singaraja 2014 Melarang siswa menggunakan jilbab secara terang-terangan
4. SMA N 1 Maumere, Sikka 2017 Siswa yang berjilbab dilarang menggunakan rok yang panjang. Melanggar ketentuan dianggap pelanggaran.
5. SD Inpres 22 Wosi Manokwari 2019 Ada aturan tidak tertulis tetapi berupa imbauan secara lisan larangan menggunakan jilbab. Aturan sudah ada sejak sekolah berdiri.
6. SMA N 2 Rambah Hilir, Rokan Hulu 2018 Ada aturan tidak tertulis tetapi berupa imbauan secara lisan untuk menggunakan jilbab. Dianggap sebagai budaya sekolah sejak sekolah berdiri.
7. SMP N 3 Genteng Banyuwangi 2017 Peraturan sekolah mewajibkan siswa untuk menggunakan jilbab meski non-muslim. Aturan ini sudah dicabut oleh Bupati Banyuwangi saat itu
8. SD N Karang Tengah 3 Gunung Kidul 2019 Kepala Sekolah mewajibkan siswa baru, kelas I, menggunakan seragam muslim. Pada tahun ajaran berikutnya seluruh siswa wajib menggunakan seragam muslim
9. SMAN 1 Gemolong Sragen 2020 Siswa dipaksa menggunakan jilbab oleh Pengurus ROHIS.
10. SMK N 2 Padang 2021 siswa diwajibkan menggunakan busana muslim sesuai dengan Perda yang dibuat oleh Walikota sejak tahun 2005
Baca juga: Mendikbud Nadiem Makarim Ancam Cabut Dana BOS bagi Sekolah Pelanggar SKB Seragam
Guru di SMK N 1 Pali Belo Kabupaten Bima, NTB Eka Ilham mengatakan, jika dianalisis kejadian pelarangan dan kewajiban menggunakan jilbab ini terjadi setelah reformasi yang beriringan dengan tumbuhnya politik identitas di Indonesia.
"Diikuti oleh arogansi mayoritas terhadap minoritas karena selama masa orde baru daerah-daerah terkekang dengan kekuatan sentralisasi pemerintah pusat. Apalagi di masa orde baru penggunaan jilbab di sekolah benar-benar dilarang sampai dengan tahun 1991. Sehingga pertentangan antara kewajiban dan larangan penggunaan jilbab hampir tidak muncul ke permukaan," ungkap Eka Ilham. (rizal/ys)