Dalam berjualan, Anto menyebutkan tidak ada syarat khusus. "Kita diuntungkan oleh pemilik lahan tidak dikenakan biaya sewa tempat.
Syarat ngga ada. Disini kan bebas, bebas sewa, ga dipungut biaya. Dari kalangan mana aja mereka boleh dagang,” tambahnya.
Anto menegaskan, pedagang bebas menentukan apakah menggunakan uang baik dirham, dinar, maupun rupiah. Bahkan jika terpaksa harus menggunakan sistem barter pun diperbolehkan.
Baca juga: Usai Mogok Harga Daging Sapi Tetap Tinggi, Pedagang Pasar Koja Ngeluh Pembeli Sepi
“Ngga juga. Bebas saja. Mau apa saja bebas. Ya tentu boleh (barter) namanya kebebasan. Ngga diwajibkan (barter). Bisa (rupiah). Semuanya bisa pake apapun boleh. Tidak harus pake dinar dirham,” tegasnya.
Sedangkan untuk jumlah pedagang yang berjualan di pasar, lanjut Anto, ada belasan orang dan berasal dari Jabodetabek.
"Masa seperti sekarang ini sudah jarang digelar. Masih, sesekali saja," ucapnya.
Terkait perbedaan transaksi dinar dirham dengan rupiah, Anto menuturkan yang pada dasarnya membebaskan sistem transaksi. “Konsepnya kebebasan saja. Pakai apa saja,” pungkasnya.
Sedangkan Parman,50, penjual lainnya menuturkan transaksi disana memang menggunakan dinar dan dirham.
Tapi kata dia tidak menutup kemungkinan transaksi menggunakan rupiah. “Iya memang ada dipakai dirham dan dinar. Tapi kami juga terima rupiah. Bahkan kalau memang benar-benar tidak ada uang ya bisa pakai beras untuk barternya,” katanya.
Menanggapi keberadaan pasar yang bertransaksi menggunakan dirham dan dinar ini, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Anak Bangsa menuturkan bahwa pasar Pasar tersebut sudah ada sejak beberapa waktu lalu namun kini menjadi ramai karena dikaitkan dengan sistem khilafah.