Bencana di Mamuju, Sulbar. (ist)

Nasional

FSGI Apresiasi Penundaan Asessmen Nasional Di Tengah Bencana Alam Pada Masa Pandemi Covid-19

Minggu 24 Jan 2021, 15:50 WIB

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Di saat pandemi Covid-19 belum kunjung bisa dikendalikan, beberapa wilayah di Indonesia justru ditambah pilu akibat dilanda bencana alam. Mulai dari bencana banjir, tanah longsor, gempa bumi, hingga gunung meletus melanda wilayah-wilayah di Indonesia.

Ketika bencana terjadi, maka dapat dipastikan anak-anak dan perempuan merupakan kelompok rentang yang paling terdampak. Maka dapat dipastikan pula pemenuhan hak atas pendidikan dan pembelajaran akan sangat sulit dilaksanakan, mengingat pembelajaran tatap muka (PTM) tidak bisa dilakukan karena sedang pandemi.

Selain itu di wilayah gempa, bisa saja gedung sekolah mengalami kerusakan, ditambah dengan harus pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang tentunya kian banyak kendala.

Mengingat buku-buku pelajaran dan alat tulis pasti ikut tertimbun reruntuhan bangunan atau rusak karena terendam air dan lumpur.

Baca juga: Kemendikbud Turunkan Tim untuk Bantu Korban Gempa di Sulawesi Barat

Menanggapi hal itu, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengapresiasi Kemendikbud RI atas kebijakannya menunda pelaksaan Asesmen Nasional (AN) yang semula akan dilaksanakan pada Maret 2021 ditunda menjadi September-Oktober 2021.

"Salah satu alasan utama penundaan adalah meningkatnya jumlah kasus Covid-19 di Indonesia dan  terjadinya bencana alam disejumlah daerah  pada masa pandemi, " ujar Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo yang juga Kepala SMPN 52 Jakarta, Minggu (24/1/2021).

Dari hasil pemantauan jaringan guru FSGI di wilayah Indonesia Timur, tepatnya di Sulawesi Barat, pada lokasi gempa bumi, diantaranya di Kabupaten Majene dan Mamuju.

Menurut Dewan Pakarb FSGI, Retno Listyarti, gempa besar tersebut membuat banyak pengungsi khawatir jika harus mengungsi di gedung-gedung, mereka lebih merasa aman dan tenang ketika mengungsi di tenda-tenda darurat, padahal jumlah tenda sangat minim dan hujan deras kerap turun paca gempa terjadi.

"Pada saat bencana gempa terjadi, padahal pandemic covid-19 belum dapat dikendalikan, maka ancaman kesehatan dan keselamatan menjadi ganda. Menjaga jarak sangat sulit ketika harus berdesakan di tenda darurat, apalagi ketika jumlah anak-anak di lokasi pengungsian banyak,” ungkapnya.

Baca juga: Survei KPAI dan FSGI:78,17% Siswa Setuju Sekolah Tatap Muka Dibuka, 10% Menolak dan 11,83% Ragu-ragu

Retno menambahkan, Pemerintah Daerah sedang mendata jumlah korban meninggal dan terluka, namun karena kondisi lapangan  (ada desa yang belum  dapat dijangkau karena terisolir,red), serta banyak pegawai pemerintah yang juga  menjadi korban, maka pendataan sedikit terhambat, termasuk pendataan pendidik dan peserta didik yang menjadi korban.

Dinas Pendidikan  Provinsi dan kabupaten/kota di Sulawesi Barat belum merilis  data berapa pendidik, tenaga pendidikan dan peserta didik yang selamat dan yang menjadi korban terluka atau mungkin meninggal dunia.

Sementara itu, yang menjadi konsen FSGI adalah keselamatan pendidik/guru, jika para guru selamat dalam musibah bencana alam tersebut, dan jaringan internet kembali pulih seperti semula, serta para guru yang mengungsi masih memiliki alat daring, maka para guru dapat membantu pendataan siswanya yang menjadi korban melalui grup whatsApp kelas.

Selain itu, para guru juga dapat memprediksi kapan saat yang tepat melakukan pembelajaran jarak jauh pasca gempa, menyesuaikan kondisi para siswanya.

“Dalam situasi di pengungsian yang kurang nyaman, biasanya anak-anak senang bersekolah untuk hiburan dan mengisi waktu mereka sehari-hari", pungkas Retno. (rizal/tha)

 

Tags:
fsgifederasi-serikat-guru-indonesiaasesmen-nasionalbencana alampandemi covid-19Pembukaan SekolahSekolah Tatap MukabencanaKemendikbud

Reporter

Administrator

Editor