Diagnosis dokter melalui telemedicine. Ilustrasi.

Opini

Salah Diagnosis Melalui Platform Telemedicine, Tanggung Jawab Siapa?

Kamis 21 Jan 2021, 17:10 WIB

 Oleh : Putri Nur Annisa*

 PERKEMBANGAN teknologi di Indonesia saat ini sudah sangat modern dan berdampak pada seluruh aspek bidang kehidupan.

Dalam bidang bisnis terdapat aplikasi e-commerce, dalam bidang pendidikan terdapat aplikasi e-learning, lalu dalam bidang transportasi terdapat layanan transportasi online.

Semua ini secara tidak langsung merubah budaya masyarakat dari yang tadinya semua harus bertatap muka secara langsung sekarang semua bisa dengan hanya mengandalkan jaringan internet dan perangkat elektronik seperti smartphone.

Baca juga: Rapat Paripurna DPR Menyetujui Komjen Listyo Sigit Prabowo Jadi Kapolri

Hal ini juga berdampak pada bidang kesehatan yang mana saat ini konsultasi masalah kesehatan bisa dengan jarak jauh atau tidak tatap muka secara langsung melalui layanan kesehatan berbasis online atau biasa disebut telemedicine.

Tujuan dari telemedicineini adalah mengusahakan tercapainya pelayanan kesehatan secara merata di seluruh daerah yang memiliki masalah terkait akses pelayanan kesehatan.

Juga sisi positif dari telemedicine ini adalah praktis, efisien, mudah dijangkau dan menghemat biaya kesehatan.

Baca juga: TPU Srengseng Sawah Penuh, Sehari 50 Jenazah Pasien Covid-19 Dimakamkan

Namun terdapat juga sisi negatifnya, yaitu kemungkinan adanya kesalahan diagnosa yang diberikan oleh dokter karena dokter tidak melakukan pemeriksaan fisik langsung kepada pasien. Dalam konsultasi virtual atau telemedicineini terdapat praktik kedokteran.

Saat ini Indonesia memiliki UU No. 29 Tahun 2004 yang mengatur tentang praktik kedokteran, namun di dalam Undang-undang tersebut belum terdapat aturan tentang praktik kedokteran melalui telemedicine dan Undang-undang tersebut hanya menjelaskan tentang hubungan antara dokter dan pasien secara langsung atau tatap muka.

Kesalahan diagnosis dokter melalui telemedicine saat ini di Indonesia sudah muncul berbagai aplikasi yang berfungsi sebagai platform telemedicineseperti aplikasi Halodoc, Alodokter, dan lain-lain.

Baca juga: Tak Kunjung Diundangkan Menkumham, PKS Pertanyakan Nasib Perpres Badan Riset dan Inovasi Nasional

Aplikasi tersebut berfungsi sebagai sarana komunikasi atau fasilitator antara dokter dengan pasien. Tetapi jika terjadi kasus seperti kesalahan diagnosis, maka platform tersebut tidak bertanggung jawab dan yang bertanggung jawab adalah dokter yang bersangkutan.

Dian Maulida dalam jurnal Tanggung Jawab Hukum Dokter terhadap Kesalahan Diagnosis Penyakit Kepada Pasien menjelaskan, jika diduga ada kesalahan diagnosis dokter, perlu diperhatikan apakah dokter itu telah bekerja sesuai aturan atau tidak lalu tenaga kesehatan hanya bertanggung jawab atas upaya yang dilakukan (Inspaning Verbinntenis) dan tidak menjamin hasil akhir (Resultalte Verbinntenis) (hal. 47).

 

Kesesuaian Tindakan

Jadi nantinya yang dapat dibuktikan adalah kesesuaian tindakan dokter dengan standar pelaksanaan praktik kedokteran yang tercantum dalam UU No. 29 tahun 2004, bukan hasil apa yang didapatkan akibat tindakan yang diupayakan oleh dokter.

Baca juga: PKL Nekat Buka Lapak di Jembatan Penyebrangan Orang Ditindak Satpol PP

Bagaimana hukumnya jika pasien mengalami kerugian? Berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 58 Ayat (1) mengatur setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat di atas dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada umumnya, setiap tindakan yang dilakukan manusia harus ada pertanggungjawabannya. Apalagi jika tindakannya tersebut sampai merugikan orang lain.

Baca juga: Polisi Hentikan Kasus Dugaan Pelanggaran Prokes Raffi Ahmad pada Pesta Ulang Tahun di Rumah Ricardo Gelael

Untuk pemberian sanksi pidana terhadap pelanggaran praktik kedokteran telah diatur dalam UU No. 29 tahun 2004 Pasal 79 butir c yaitu dokter dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau dengan paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

*Putri Nur Annisa, Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju. (*/win)

Tags:
Salah DiagnosisMelalui Platform TelemedicineTanggung Jawab Siapa?Opini

Reporter

Administrator

Editor