* * *
CATATLAH, para ahli dari berbagai disiplin ilmu meneliti permainan olahraga ini untuk memburu kesimpulan: apa dan bagaimana, mengapa dan ada apa; refleksi dan analogi kehidupan dari sisi yang mana; untuk digali sampai ke detail kedalaman, karena tak mungkin tidak ada apa-apa mengapa sepak bola begitu “diimani” oleh umat manusia sejagat sebagai ritus yang membuat seolah-olah kita “intrance”.
Dia bukan hanya ritus sosial dengan segala misteri dan histerianya, namun bahkan telah menaklukkan hati manusia: mempertemukan, memersatukan, memobilisasinya dalam kesamaan rasa dan cara pandang; semacam dakwah bagi syiar “memeluk agama” bernama sepak bola.
Kau resapilah, bukankah puisi-puisi sepak bola laksana mengepung hari-hari kita dengan ayat-ayat keindahan, romantisme, pergulatan rasa dalam ungkapan gembira, sedih, marah, dan berjuta rasa? Juga doktrin-doktrin “ideologis” yang membedakan rezim sepak bola Herrera, rezim Santana, rezim Johan Cruyff, atau rezim Guardiola. Permainan yang telah dikemas sebagai industri bergurita kapitalistis, namun tetap menebar buih-buih syair keindahan.
Jadi mengapa saya selalu mengekspresikan penghayatan, opini, dan perenungan tentang dinamika industri sepak bola lewat puisi-puisi?
Ya, sangat menyederhanakan makna apabila kau mendekati dan memahami sepak bola hanya sebagai tontonan dua tim yang bertanding, lalu kalian hanya menanti kemenangan, kekalahan, atau skor imbang. Ada segi-segi kehidupan yang lembut-menyentuh dari olahraga ini, yang bermukim dalam lipatan tersembunyi.
Acapkali, nikmatilah dia, sepak bola: sebagai puisi…(Amir Machmud NS)
Amir Machmud NS, wartawan SUARABARU.ID, kolumnis olahraga, Ketua PWI Provinsi Jateng