Opini

Obrolan Pagi Profesor Amir Santoso: Menyelesaikan Konflik

Minggu 03 Jan 2021, 06:00 WIB

DI DALAM hati saya kok merasa bahwa bangsa Indonesia ini sekarang sedang diadu domba. Tapi mudah-mudahan saya salah. 

Siapa yang mengadu domba, saya tidak tahu. Terasa tapi tidak terlihat. Yang tampak hanyalah bahwa kenyataan bahwa sebagian anak bangsa selalu berkonflik satu dengan yang lain. 

Yang Muslim berkonflik dengan Muslim lainnya. Polisi dan TNI berkonflik dengan sebagian ummat Islam. Di beberapa daerah ada pembunuhan pemuka agama dan penganut agama tertentu. 

Di Papua bendera OPM dikibarkan disertai pernyataan kemerdekaan Papua Barat. Beberapa kali juga terjadi pembunuhan di sana. 

Di Aceh muncul lagi bendera GAM dan pernyataan memisahkan diri dari NKRI. Paling Akhir di medsos tampak aparat keamanan sedang bersitegang melarang warga Aceh berdoa di Masjid Raya Aceh. 

Di Jalan Petamburan terlihat Polri dan TNI menurunkan baliho dan papan nama FPI yang baru saja dibubarkan. Ada pula kasus penembakan enam anggota FPI beberapa waktu yang lalu dll.

Saya tidak bermaksud mencari tahu siapa yang salah dan yang benar dalam berbagai kasus tersebut. Saya hanya ingin mengatakan bahwa situasi keamanan dan ketertiban di negeri kita sedang terganggu. 

Jika konflik-konflik tersebut dibiarkan bukan tidak mungkin keadaan akan makin runyam.

Masalahnya adalah bagaimana menyelesaikan konflik antar golongan tersebut secara baik agar keamanan dan ketertiban.

Ada yang menyelesaikan konflik melalui kekerasan bersenjata. Di beberapa negara kita sering baca penyelesaian konflik lewat adu senjata ini. Juga kita pernah melakukannya beberapa kali dalam sejarah kita. Ada yang selesai tapi banyak yang konfliknya berlangsung terus. 

Memang ada pemakaian kekerasan senjata yang berhasil menyelesaikan konflik. Tapi hasilnya tidak pernah benar-benar tuntas. Sebab akan selalu ada sakit hati dan dendam pada pihak yang kalah dan yang terpaksa menerima kekalahannya.

Dendam itu bisa diturunkan ke generasi berikutnya sehingga selalu melahirkan konflik potensial bukan benar-benar selesai dengan legowo. Inilah yang saya sebut selesai tapi tidak tuntas. 

Dalam penyelesaian konflik melalui senjata, misalnya antara pemerintah dengan segolongan rakyat yang menentangnya  memang pihak rakyat sering kalah karena tidak punya senjata.

Tapi jika motif perlawanan mereka adalah perjuangan atas perlakuan yang tidak adil maka biasanya mereka punya semangat yang tidak pernah padam. 

Di lain pihak, pemerintah sering menang karena punya senjata dan kekuasaan. Tapi pemerintah dibatasi oleh waktu. Jika waktunya habis, maka giliran mereka itulah yang akan dijadikan korban. Begitulah siklus kekerasan akan selalu terjadi.

Hal seperti itu seharusnya jangan selalu diulangi. Artinya penyelesaian konflik melalui kekuasaan dan senjata tidak akan pernah menuntaskan konflik.

Saya sudah berulang kali menulis bahwa cara terbaik menyelesaikan konflik adalah melalui cara Pancasila, yaitu Sila Musyawarah dan Mufakat. 

Undanglah dan ajaklah pihak yang menentang kita itu untuk berdialog dengan kita. Dengarlah apa yang menjadi aspirasi mereka. Sebaliknya, dalam diskusi seperti itu kita juga punya kesempatan untuk menyampaikan aspirasi kita.

Saya tahu mengundang “musuh” untuk duduk bersama kita dan berunding, tidaklah mudah. Sebab selalu ada rasa berat di hati. Namun Jiwa yang besar, kata para cerdik pandai, adalah jiwa  yang mampu mengalahkan ego pribadi demi kepentingan bangsa dan negara.

Jika ego masih ada rasa malu untuk mengundang “musuh” maka carilah perantara guna membantu kita untuk menghubungi “musuh” kita itu. Ya kira-kira mirip inisiatif pak JK dulu mengundang perantara dalam perundingan dan penyelesaian konflik Aceh.

Itulah anjuran yang ingin disampaikan melalui tulisan ini. Kita semua pasti galau dan jengkel melihat konflik terus dan selalu terjadi. 

Di semua negara modern dan besar, warganya sangat heterogen. Banyak suku, agama, ras dsb dengan aspirasi mereka masing-masing. 

Semua membutuhkan saluran penyampaian aspirasi yang harus ditanggapi secara terbuka dan adil. Sebab jika saluran itu tersumbat maka konflik pasti terjadi.

Maka sekali lagi saya anjurkan, bersikaplah terbuka dan adil. Bukalah pintu dialog dan bermusyawarahlah. Jika semua pihak memiliki landasan keihlasan untuk menyelesaikan konflik, InsyAllah Tuhan akan memberkati dan upaya pihak lain untuk mengadu domba bangsa kita tidak akan berhasil. Aamiin.

(Profesor DR Amir Santoso, Gurubesar FISIP UI; Rektor Universitas Jayabaya di Jakarta).

Tags:
OpiniObrolan PagiProfesor Amir Santoso:Penyelesaikan Konflik 

Reporter

Administrator

Editor