SATU keluarga, terdiri dari suami, istri dan seorang bocah lelaki sedang menguras kotak amal di satu mesjid di Malang, Jawa Timur.
Layaknya, membuka celengan, uang yang ada di dalam kotak langsung dipindahkan ke tas yang sudah disiapkan. Ya, betul mereka sebenarnya para pencuri, seperti yang terungkap belakangan.
Adegan tersebut, beralih sebagaimana yang terlihat ketika mereka ditangkap petugas. Suasana tangis yang sangat memilukan dari bocah yang kayaknya tidak mengerti apa yang dilakukan oleh orang tuanya, termasuk dirinya. Yakni, mencuri kotak amal.
Baca juga: Tidak Netral Timbulkan Kecemburuan
Tangis bocah bisa jadi karena dia takut berhadapan dengan massa dan petugas, atau juga sedih karena nggak bisa makan atau beli mainan karena uang curiannya disita petugas?
Banyak pendapat dan pikiran dari warga yang menyaksikan, ada yang sedih ada pula yag marah karena mereka tega menguras kotak amal yang seharusnya untuk merawat rumah ibadah.
Sebagian lagi, warga merasa kasihan kepada para pelaku. Bukan saja karena mendengar tangisan si bocah, atau juga kasihan karena mereka mencuri untuk makan, dan mencuri karena kena PHK?
Baca juga: Petugas Tak Usah Ikutan Jahat
Begitulah, dan coba lihat kasus yang diduga dilakukan oleh oknum pejabat. Seorang oknum menteri, yang gajinya sudah pasti besar, dan punya harta yang juga nggak sedikit, tapi masih mau mengeruk harta milik negara. Berselingkuh mempermainkan jabatan.
Jadi silakan membandingkan dengan hati dan pikiran jernih. Satu keluaga yang miskin mencuri, dan satunya sudah jelas kaya, juga mencuri.
Apa yang mereka lakukan, tentu saja seperti langit dan bumi. Pelaku penguras kotak amal, buat makan. Pelaku penguras uang negara buat memupuk kekayaan.