JAKARTA - Praktisi Hukum dari Universitas Sebelas Maret, Slamet Hasan, menilai Kartu Kalteng Sejahtera (KKS) bukanlah merupakan politik uang, melainkan program kerja. Terlebih dengan adanya kebijakan pemberian Rp2 juta untuk setiap KK per tahun.
“Itu kan bukan menjanjikan, itu program. Program nanti kalau jadi akan melakukan a, b, c, d, dengan nominalnya, itu kan bukan money politic, itu kan program,” kata Slamet, dalam keterangannya yang diterima, Kamis (26/11/2020).
Menurut Slamet, Kartu Kalteng Sejahtera merupakan pemaparan visi, misi dan program kerja yang sangat sesuai dengan hukum, berbeda dengan janji politik uang.
“Yang menjanjikan tuh misal begini, nanti kalau bapak nyoblos saya, saya akan kasih uang sejuta gitu kan. Itu janji untuk nyoblos, tetapi ini kan program. Jadi di antara menjanjikan suatu nominal dengan menyampaikan program, itu berbeda,” terang Slamet.
Baca juga: Banjir di Kalteng Genangi 4.000 Rumah, 16.459 Warga Mengungsi Mandiri
Slamet pun menerangkan bahwa ada perbedaan yang jelas antar menjanjikan politik uang dengan pemaparan program.
“Misalkan begini, calon pilkada/ calon gubernur/ bupati mengatakan nanti kalau saya terpilih akan buat program satu RW atau satu kelurahan Rp1 miliar misal kan. Itu banyak terjadikan di Pilkada saat ini? Itu bukan menjanjikan. Lain halnya dengan, jika seseorang menang dia akan saya kasih Rp1 miliar, kan begitu baru menjanjikan. Ini program bukan menjanjikan suatu nominal kepada pemilih,” kata Slamet lagi.
Slamet pun menilai Kartu Kalteng Sejahtera hanya memuat rencana program. Pun di dalamnya tertulis daftar manfaat kartu yang berkaitan dengan uang, substansinya adalah isi program kerja yang dicanangkan paslon. Tidak bisa dimaknai sebagai janji-janji pemberian uang atau materi tertentu kepada pemilih termasuk dengan penyebutan Rp2 juta per KK per tahun.
Baca juga: Cegah Covid-19, Satgas Pantau Pelaksanaan Pilkada di 270 Kabupaten/Kota
Sehingga menurut Slamet program pemberian Rp2 juta per KK per tahun tidak melanggar pasal 9 Perbawaslu Nomor 9 tahun 2020 ataupun Pasal 187 A UU Nomor 8 tahun 2015 jo. UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, jo. UU nomor 6 tahun 2020.
“Per KK itu kan program dia kan? Rp2 jut per KK per tahun, gitu kan? Itu kan program kerja. Apa bedanya nanti dengan kalau saya terpilih saya akan programkan setiap RT akan digelontorkan dana sebesar Rp1 juta per tahun, misalkan. Itu kan juga menjanjikan, tapi itu kan program. Program kerjaan jika nanti terpilih,” tegas Slamet. (*/ys)