KPAI Berduka, Siswi di Tangerang Meninggal Diduga Akibat Depresi PJJ

Kamis 19 Nov 2020, 11:09 WIB
Komisioner KPAI, Retno Listyarti. (ist)

Komisioner KPAI, Retno Listyarti. (ist)

JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan duka mendalam atas meninggalnya seorang peserta didik di Kabupaten Tangerang berinisial ST, siswi SMAN kelas 12. Ananda sempat dirawat di salah satu rumah sakit swasta di Tangerang, dan kemudian dirujuk ke RSJ Grogol (Jakarta Barat) karena diduga mengalami depresi.

Keluarga menduga ST depresi karena banyaknya tugas belajar daring selama pandemi Covid-19. Menurut sang ayah, selama pandemi Covid-19, putrinya disibukan dengan tugas-tugas sekolah secara online. Ia melihat, waktu anaknya tersita dengan pola belajar online

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengatakan, dari hasil pemantauan terhadap pelaksanaan PJJ fase pertama yang hanya berlangsung dari Maret-Juni 2020, peserta didik cenderung mampu mengatasi tekanan psikologis karena pembelajaran tatap muka (PTM) sempat dilakukan selama 9 bulan. 

Baca juga: Pelajar-Pekerja Bisa Gunakan Platform Digital Ini untuk PJJ dan WFH

Selain itu, katanya, guru mata pelajaran, wali kelas dan teman-teman satu kelasnya masih sama dan mereka sudah sempat komunikasi aktif sebelumnya, sehingga sudah saling mengenal dan bisa saling membantu. 

"Namun hasil pemantauan pada PJJ fase kedua, anak-anak lebih sulit mengatasi permasalahan psikologis, sehingga berpengaruh pada kesehatan mental seorang anak/remaja. Karena pada fase 2 ini, anak naik kelas dengan situasi yang berubah, wali kelasnya ganti, guru mata pelajarannya berbeda, dan kemungkinan besar kawan-kawan sekelasnya juga berbeda dari kelas sebelumnya. Sementara peserta didik belum pembelajaran tatap muka sejak naik kelas," ungkap  Retno, Kamis (19/11/2020).

"Pergantian kelas dengan suasana yang baru tanpa tatap muka, membuat anak-anak sulit memiliki teman dekat untuk saling berbagi dan bertanya. Akibatnya, kesulitan pembelajaran ditanggung anak sendiri jika anak tersebut tidak berani bertanya kepada gurunya", bebernya.

Baca juga: Wakil Ketua MPR RI Prihatin Atas Tewasnya Siswi Akibat Depresi Belajar Daring

Masalah ketidakmerataan akses terhadap fasilitas pendukung untuk pembelajaran daring maupun luring yang dialami pada anak yang sudah masuk usia sekolah, berdampaknya peserta didik harus mempunyai sistem belajar sendiri, akibatnya ada anak tidak bisa mengatur waktu belajar, ada anak yang kesulitan memahami pelajaran, bahkan ada anak tidak memahami instruksi guru. 

Retno mengatakan, pandemi ini juga dapat berdampak kepada aspek psikososial dari anak dan remaja di antaranya adalah perasaan bosan karena harus tinggal di rumah, khawatir tertinggal pelajaran, timbul perasaan tidak aman, merasa takut karena terkena penyakit, merindukan teman-teman, dan khawatir tentang penghasilan orang tua.

Orang tua juga bisa menjadi penguat anak, sekaligus bisa menjadi sumber masalah bagi anak-anaknya, misalnya munculnya kekerasan pada anak secara emosional karena tidak memiliki kesabaran mendampingi anak belajar. 

Berita Terkait

News Update