JAKARTA – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andy Gani Nena Wea dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan lima tuntuan kepada pemerintah.
"Pertama meminta kepada Mahkamah Konstitusi agar dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pengujian Undang-Undang Cipta Kerja, melandasi diri pada keyakinan terhadap hati nurani, yaitu keyakinan yang mendalam berdasarkan keimanan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa," kata Said Iqbal dalam keterangannya, Senin (2/11/2020).
Kaum Buruh Indonesia, katanya, merasa memiliki kewajiban untuk mengingatkan kepada Yang Mulia Hakim Konstitusi, bahwa sebelum menduduki jabatannya para Hakim Konstitusi Yang Mulia telah bersumpah dihadapan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, dengan diawali perkataan suci “Demi Allah”.
Baca juga: Demo Tolak UU Cipta Kerja se-Indonesia Kondusif, Tak Ada yang Diamankan 16 Polda
Semua putusan Mahkamah Konstitusi pun diawali dengan kata-kata: “demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
"Meminta kepada Mahkamah Konstitusi agar dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pengujian Undang-Undang Cipta Kerja, tidak sekedar berorientasi pada kebenaran yang bersifat formalistik. Sebab, jika Yang Mulia Hakim Konstitusi hanya bersandarkan pada kebenaran yang bersifat formal, maka kebenaran yang berada dibalik layar (the underlying truth) atau kebenaran yang sejati tidak akan pernah dapat ditemukan,” ujarnya.
Oleh sebab itu, lanjutnya, kaum buruh Indonesia menaruh harapan yang besar kepada Mahkamah Konstitusi, untuk mampu menggali, menyingkap, dan menemukan kebenaran yang hakiki dari proses pengujian Undang-Undang Cipta Kerja.
Baca juga: Berpencar, Sebagian Massa Demo UU Cipta Kerja Long March dari Patung Kuda ke Tugu Tani
Ketiga, meminta kepada Mahkamah Konstitusi agar dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pengujian Undang-Undang Cipta Kerja, tidak sekedar mengandalkan bukti-bukti yang diajukan oleh para pemohon, melainkan Yang Mulia Hakim Konstitusi juga perlu mengambil inisiatif, dan secara aktif dapat menggali sendiri kebenaran materiil dari Undang-Undang Cipta Kerja yang kelak akan diuji.
Sebab, Mahkamah Konstitusi merupakan peradilan konstitusional tingkat pertama dan terakhir yang putusan yang bersifat ‘final and binding’, sehingga tidak ada lagi instrumen hukum yang bisa digunakan untuk mengubah putusan Mahkamah Konstitusi.
Dalam konteks ini Kaum Buruh Indonesia mengharapkan Mahkamah Konstitusi dapat mengambil peran yang maksimal sebagai ‘judex factie’.