KELAKUAN Ny. Sumiyati (28), mengingatkan pada legenda Jaka Tarub-Dewi Nawangwulan. Anak balita dan suaminya, Kadiman (38), ditinggal pergi untuk mesum. Anak nangis terus, dibawa mencari ibunya yang ternyata sedang kelon dengan lelaki duda Sukiman (31), di rumah kos-kosan, Kediri!
Dalam legenda Jawa dikisahkan, Dewi Nawangwulan mau kawin dengan Jaka Tarub karena baju bidadarinya tersandera oleh perjaka pemburu burung. Ketika sudah punya anak satu, baju bidadari itu ditemukan di lumbung padi. Segera dipakainya baju itu, dan terbanglah kembali ke kahyangan. Jaka Tarub dan balitanya si Nawangsasi ditinggalkan begitu saja, bodo amat!
Kisahnya dimulai dari perkawinan Sumiati- Kadiman yang terus dilanda kemelut, dan memang daerah itu dekat Gunung Kelud. Empat tahun menjadi istri Kadiman, Sumiati tak pernah merasa bahagia. Masalahnya, dia dulu menikah karena model Siti Nurbaya alias dijodohkan orangtua. Sebetulnya Sumiati tak mau, karena usianya terpaut 10 tahun. Ketika Sumiati berumur 50 tahun nantinya, Kadiman sudah menjadi anggur kolesom cap orangtua!
Tapi keluarganya di Ngronggo Kediri mendesak dengan sangat, karena sudah berutang budi banyak pada orangtua Kadiman. Akhirnya, dengan alasan “bekti wongtuwa”, jadilah Sumiati menikah melawan Kadiman yang asal Gampengrejo tersebut. Meski bersama Kadiman terjamin secara ekonomi, tapi hatinya hampa, seperti makanan anak-anak kemasan. Kelihatannya bungkus gede, tapi isinya angin doang!
Meski tak didasari cinta, jika dua makhluk berlainan jenis ber-“kontak pisik”, ya jadi bocah juga! Begitu pula pasangam Sumiati-Kadiman. Ketika sudah ada anak, biasanya obsesi masa lalu itu menjadi sirna. Tapi tidak demikian dengan Sumiati. Dia tetap tak bisa menerima Kadiman secara total, sering hanya diterima bagian tengahnya doang, karena resiko sebuah kewajiban.
Dan ketika Sumiati ketemu lelaki duda yang karakternya mirip kekasihnya dulu yang tereliminasi, obsesi masa lalu itu kembali menyala-nyala. Ketika Sukiman cowok itu rupanya juga mendekati dirinya, langsung saja lowongan pendaftaran cinta dibuka. Sumiati seakan menemukan kekasihnya dulu. Keduanya pun lalu pacaran secara seksama dengan segala kiat-kiatnya.
Dengan alasan mau nengok orangtua, Sumiati meninggal kan balitanya dan suaminya sampai berjam-jam. Padahal mustinya, jika alasan ke rumah orangtua kan justru anak dibawa serta karena simbah apapun pasti kangen cucu. Aslinya, waktu itu memang digunakan untuk berkencan ria bersama. Bahkan ada rencana, keduanya mau membentuk “kabinet” Sukiman.
Kadiman memang lelaki polos, tak pernah punya pikiran macem-macem. Istri pamit ke orangtua tanpa bawa anak, ya percaya saja. Justru dia diperlakukan sebagai Jaka Tarub, ya manut saja. Bayangkan, ketika istri berkencan dengan PIL-nya, di rumah Kadiman gendong balita. Jika si bocah usia 2 tahun itu nangis, hanya dihibur dengan dinyanyikan lagu-lagunya Didi Kempot, “Neng stasiun Balapan, kutha Sala sing dadi kenangan……!”
Tapi lama-lama sadar juga bahwa selama ini sebetulnya hanya dikempongi (dibohongi) oleh sang istri. Soalnya ada saksi mata yang memberi tahu bahwa pernah melihat Sumiati jalan bareng dengan lelaki di daerah Banaran. Maka bak seorang detektif, Kadiman segera membuntuti jejak-jejak mesum bininya.
Ketika sudah memperoleh informasi A-1, sambil membawa balitanya Kadiman meluncur ke TKP (Tempat Kejadian Perselingkuhan), yang ternyata di sebuah rumah kos-kosan. Tiba di sana memang benar, Sumiati masih asyik masyuk di kamar bersama Sukiman. Untung Kadiman bukan lelaki sumbu pendek. Dia hanya lapor Pak RT dan penggerebekan dilakukan bersama penduduk setempat. Hampir saja Sukiman dihajar penduduk. Tapi berhasil diredamnya. Bahkan Kadiman karena kasihan anak, bisa memaafkan Sumiati dan takkan menuntut PIL istrinya.
Damai di langit, damai di bumi! (Tribun/Gunarso TS)