"Sejak terjadinya krisis 1997-1998, periode pemerintahan ini memegang rekor dengan penambahan utang terbanyak," tegas Anis.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi DKI Terkontraksi Imbas PSBB, Pemprov Perlu Genjot Investasi
Bukan hanya secara agregat, Debt to GDP ratio juga mengalami peningkatan. Periode pemerintahan terdahulu mencatat debt to GDP ratio terus mengalami penurunan dari 50 persen pada 2004 hingga mencapai 24 persen pada tahun 2014. Namun sebaliknya, periode pemerintahan ini hingga akhir 2019 debt to GDP ratio telah mencapai 30,2 persen.
Dengan utang yang makin melonjak tahun 2021, debt to GDP ratio akan mencapai kisaran 40 persen. Anis pun mengingatkan bahwa meningkatnya debt to GDP ratio ini menunjukan bertambahnya jumlah utang yang tidak diiringi dengan bertambahnya produksi nasional secara proporsional.
Oleh karena itu, Anis memberi saran agar pemerintah segera melakukan optimalisasi pembiayaan ULN dan mencari alternatif pembiayaan yang lebih murah. Sementara itu utang harus digunakan untuk belanja yang benar benar produktif dan bisa menggerakkan ekonomi rakyat di saat pandemi masih berlangsung.
"Pemerintah perlu untuk menjaga kesinambungan pembiayaan dan mengoptimalkan hasil pengelolaan asset dan investasi serta piutang-piutang Negara yang bermasalah agar dapat menjadi penerimaan Negara," tutupnya. (rizal/ys)