ADVERTISEMENT

Menyoal Publik Ramai Tolak JR UU Ciptaker ke MK, Begini Penjelasan Hukumnya

Rabu, 14 Oktober 2020 12:17 WIB

Share
Menyoal Publik Ramai Tolak JR UU Ciptaker ke MK, Begini Penjelasan Hukumnya

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Perlu diketahui, penghapusan Pasal 59 ayat (2) UU 8/2011 melalui UU 7/2020 bukanlah kemauan DPR dan Presiden, melainkan pasal itu dihapus justru karena diperintahkan oleh MK.

Ketentuan Pasal 59 ayat (2) UU 8/2011 sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi sejak sembilan tahun yang lalu melalui Putusan Nomor 49/PUU-IX/2011, tanggal 18 Oktober 2011. Jadi, memang sudah seharusnya Pasal 59 ayat (2) itu dihapus dalam UU 7/2020.

Penghapusan pasal tersebut sama sekali tidak mempengaruhi sifat Putusan MK yang memiliki kekuatan hukum terakhir dan mengikat (‘final and binding’), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945.

Penghapusan Pasal 59 ayat (2) juga tidak menyebabkan Putusan MK bisa dikesampingkan oleh DPR dan Presiden, sebab dalam pengujian undang-undang kedudukan Putusan MK dipersamakan juga dengan undang-undang.   

Dalam pembentukan undang-undang, DPR dan Presiden merupakan postitif legislator, sedangkan MK diposisikan sebagai negatif legislator. Teori hukumnya begitu.

"Jadi, sekalipun Pasal 59 ayat (2) telah dihapus oleh UU 7/2020, dalam hal JR UU Cipta Kerja dikabulkan dan UU tersebut, misalnya, dibatalkan oleh MK, maka tidak ada tafsir lain lagi: ‘goodbye omnibus law’," tutupnya. (rizal/tha)

 

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT