Fahri: DPR Sudah Masuk 'Lingkaran Setan' Pasca Pengesahan UU CIptaker

Minggu 11 Okt 2020, 15:36 WIB
Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. (ist)

Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. (ist)

JAKARTA - DPR dan partai politik (parpol) tengah mengalami krisis besar yakni krisis kepercayaan yang sangat luar biasa pasca pengesahan Udang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja beberapa waktu lalu. Bahkan DPR sudah terperangkap 'lingkaran setan' kekuasaan.

Tak pelak aksi penolakan pun serentak dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat menimbulkan kericuhan dimana-mana. Demikian penilaian mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah terkait adanya demo buruh dan diikuti oleh masyarakat dan mahasiswa.

“Kita tidak tahu Anggota DPR ini bekerja untuk rakyat atau kepentingan lainnya, ini adalah krisis besar partai politik, krisis besar dalam lembaga perwakilan. Kita tidak mengetahui madzab atau falsafah dibelakang Omnibus Law ini, tiba-tiba menjadi rencana dalam program legislasi nasional, dan tiba-tiba kita tahu sudah disahkan jadi undang-undang,” kata Fahri Hamzah, Minggu (11/10/2020).

Fahri menyebut, kasus Omnibus Law yang sekarang ramai dibicarakan sebagai puncak dari sistem perwakilan, apakah lembaga perwakilan tersebut wujud kedaulatan rakyat, atau sebaliknya perwakilan kepentingan parpol atau kepentingan lainnya.

“Di buku saya terakhir, buku putih yang membahas dilema 'Daulat Partai Politik dan versus Daulat Rakyat', sudah saya tulis secara terang karena saya mengalami sendiri soal krisis partai politik dan krisis lembaga perwakilan itu,” ungkap Fahri.

Baca juga: Fahri Hamzah Tanggapi Penolakan UU Cipta Kerja: Maksud Baik Kadang Dikotori Maksud Tak Baik

Karena itu, Fahri mengaku tidak mau terjebak dalam menyikapi pro kontra soal UU Omnibus Law Cipta Kerja. Sebab, baik yang menolak maupun mendukung UU tersebut, semuanya dikendalikan oleh ketua umum parpol yang melakukan 'deal-deal politik' dan mengambil untung dari peristiwa ini.

“Makanya saya tidak mau terjebak dengan kemarahan. Baik yang mengklaim dirinya bersama rakyat maupun tidak bersama rakyat, itu semua orang-orangnya dikendalikan oleh partai politik, tidak dikendalikan oleh aspirasi rakyat. Partai politik yang sedang mengambil untung dari peristiwa ini,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia ini.

Jadi apabila parpol yang tiba-tiba ada dipihak rakyat atau yang tadinya mendukung dan diujungnya menolak, menurut Fahri, semua juga dikendalikan parpolnya masing-masing, bukan murni aspirasi rakyat, karena mempertimbangkan 'untung-rugi' dari sebuah peristiwa politik.

“Independensi Anggota DPR atau kedaulatan rakyat, sudah tidak ada lagi digantikan wakil parpol. Ketum, waketum, sekjen, bedum sangat power full sekali, tinggal telepon kalau ada transaksi. Sehingga konstituensi menjadi tidak penting lagi ketika sudah dikendalikan oleh partai politik. Ini seperti lingkaran setan,” katanya.

Baca juga: Muhammadiyah Sejak Awal Minta DPR Batalkan Pembahasan RUU Omnibus Law

Berita Terkait
News Update