Oleh Harmoko
BELAKANGAN ini pemerintah menebar bantuan sosial kepada seluruh warga terdampak Covid-19.
Beragam bantuan sosial telah diberikan dan akan terus diberikan.
Ratusan triliun rupiah telah disiapkan untuk memperkuat jaring pengaman sosial.
Yang menjadi pertanyaan, sampai kapan bantuan sosial (bansos) dikucurkan? Jawabnya, selama masih pandemi, selama rakyat perlu uluran tangan untuk meningkatkan daya tahan hidupnya, selama itu pula bantuan layak diberikan.
Kita sama-sama tahu jumlah pasien positif bertambah setiap hari dengan angka terakhir, Rabu (16 September 2020), tercatat 225.030 orang positif terlanda. Korban manusia meninggal dunia 8.965 orang, adalah sebuah angka yang cukup besar karena melampaui korban di China, negara asal penyebaran virus Corona.
Dalam kondisi darurat seperti sekarang ini, tidak ada argumen paling tepat bagi negara untuk melindungi rakyatnya, kecuali memberikan bansos, utamanya mereka yang terdampak langsung virus Corona.
Memang sih, selama ini, bansos, apalagi bantuan langsung tunai (BLT) kerap menuai kontroversi. Tak heran jika pernah distop karena menimbulkan beragam masalah. Selain prosedurnya kadang tidak atau kurang transparan, juga kadang tidak tepat sasaran.
Para ahli menilai, bagi - bagi bansos tidak mendidik masyarakat untuk mandiri.
Bansos berbentuk uang tunai atau sembako mendidik masyarakat bersikap instan. Lebih dari itu, sering dinilai mendidik masyarakat jadi pemalas.
Semestinya bantuan tidak begitu saja diberikan berupa uang tunai. Lebih baik diberikan sesuatu yang sifatnya produktif, sehingga bisa menggerakkan perekonomian daerah sekitar.
Pendapat seperti itu cukup mendasar dan argumentatif, jika dalam kondisi normal. Artinya bantuan sosial diberikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Tetapi, dalam situasi darurat seperti sekarang ini, di saat pandemi menerpa dunia, termasuk negeri kita, bansos yang sifatnya instan seperti uang tunai dan sembako sangatlah diperlukan.
Ingat! Yang utama rakyat perlu makan. Perlu sembako, perlu pemenuh segala kebutuhan dasar hidupnya sehari - hari yang sifatnya konsumtif.
Di sisi lain, mengutip studi Bank Dunia, bansos yang diterima sampai 25 persen pengeluaran per kapita dapat meningkatkan konsumsi pengeluaran perkapita sebesar 22,4 persen. Ini ditengarai mampu menurunkan angka kemiskinan sebesar 3 persen.
Yang menjadi persoalan, apakah bansos sudah tepat guna dan juga tepat sasaran? Jawabnya bukan perkara mudah.
Tetapi setidaknya perlu memperhatikan beberapa hal-lhwal.
Pertama, memastikan orang yang terkena dampaklah yang akan mendapatkan bantuan.
Kedua, bantuan hendaknya cukup memadai. Bantuan yang diberikan setara dengan pendapatan yang hilang.
Ketiga, sampai berapa lama bantuan harus diberikan, juga besarannya. Ini untuk menyesuaikan dengan kemampuan keuangan yang ada. Keempat, melihat dampak dari bantuan yang diberikan. Apakah dapat meningkatkan kesejahteraan atau sebaliknya menambah ketimpangan.
Inilah yang hendaknya terus dievaluasi. Ini yang penting.
Semoga bansos berdampak positif bagi mereka yang benar - benar perlu dibantu. (*).