Fikri menambahkan, rezim Perencanaan Pembangunan Nasional di Indonesia masih menganut lima pendekatan, yakni politik, teknokratik, partisipatif, atas-bawah (top-down), dan bawah-atas (bottom-up).
“Tidak dapat dipisahkan satu sama lain, kalaupun ada pandangan apolitis atau memisahkan politik dari sistem ini, sebaiknya belajar lagi,” ujar dia.
Secara ide, Fikri sepakat dengan diksi kampus merdeka, dimana tujuannya adalah mempercepat inovasi di Pendidikan tinggi. “Tetapi jangan lupa, inovasi itu akan muncul dalam kondisi alam pikiran yang merdeka, bukan dalam pengekangan intelektual, seperti yang sedang dipraktekan dalam pakta integritas tersebut,” tegasnya.
Karenanya, poin keempat dalam kebijakan kampus merdeka ala Nadiem Makariem, yakni ‘memberi kebebasan bagi mahasiswa belajar lintas prodi dan di luar kampus’ perlu dijabarkan lagi secara teknis.
“Agar kampus-kampus mampu menerjemahkannya dalam bentuk peraturan kampus yang tidak mengekang kebebasan mahasiswa untuk berpendapat,” katanya. (rizal/win)