Ilustrasi orang stres. (arif)

Jakarta

Waduh... Corona Memicu Stres, Pasien RSJ di Jakarta Melonjak 100 Persen

Senin 03 Agu 2020, 09:15 WIB

JAKARTA - Ekonomi yang kian sulit, menjadi salah satu pemicu meningkatnya penderita sakit jiwa. Ini bisa dilihat dari jumlah pasien gangguan jiwa yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Soeharto Heerdjan, Grogol, Jakbar. Selama Juli 2020, pasien melonjak hingga 100 persen.

Jumlah pasien sempat menurun pada awal pandemi Covid-19. Kondisi ini karena akses ke luar masuk rumah sakit sempat dibatasi sehingga berpengaruh terhadap jumlah pasien yang konsultasi, rawat jalan dan rawat inap.

Direktur Pelayanan Medik, Keperawatan dan Penunjang RSJ Soeharto Heerdjan, Dr. Desmiarti SpKJ mengatakan, jumlah pasien Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) turun sejak Maret hingga Juni 2020.

“Jadi selama PSBB mengalami penurunan karena akses pasien yang ke sini sangat terbatas. Selain itu, pasien rawat inap hanya yang emergency yang dirawat. Terus untuk pasien rawat jalan diberikan keringanan kontrol dua bulan,” jelas Desmiarti ditemui di ruangannya, RSJ Soeharto Heerdjan, Grogol, Jakarta Barat, kemarin.

Tetapi pada Juli 2020 ini, mulai ada peningkatan pasien yang menjalani rawat inap, meningkat jadi 150-160 pasien. “Tercatat, per Kamis (30/7/2020) ada sebanyak 166 ODGJ yang menjalani rawat inap,” katanya.

Padahal pada bulan-bulan sebelumnya, jumlah pasien sempat berada di angka 50-60 orang. “Artinya, ada kenaikan mencapai dua kali lipat atau 100 persen. Sedangkan untuk pasien rawat jalan cenderung variatif, namun kini jumlahnya sudah mulai normal,” ujar Desmiarti.

FAKTOR INTERNAL

Desmiarti menjelaskan, penyebab pasien mengalami gangguan kejiwaan bervariasi yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor internal seperti kepribadian pasien, atau faktor biologis.

Meskipun mengalami problematika yang sama, dampak terhadap psikis tiap orang bisa berbeda-beda. Ada yang menghadapi putus cinta hingga mengalami gangguan jiwa. Namun ada juga yang baik-baik saja dan hanya stres.

“Penyebab ODGJ enggak cuma faktor eksternal tapi juga faktor internal orangnya. Dipengaruhi faktor kepribadiannya dan faktor biologi diri sendiri, yang selama ini kita pahami sebagai neuro transmiter di otak itu fungsinya ada buat sedih, cemas, marah,” ungkap dia.

“Keadaannya akan seimbang, naik turun, sesuai dengan kondisi perasaan kita. Ada kalanya turun drastis tapi tidak bisa kembali normal, atau turun drastis tapi butuh waktu lama atau turun drastis tapi membutuhkan terapi. Nah itu yang membuat orang gangguan jiwa,” tukas Desmiarti.

MASALAH EKONOMI

Terkait ada atau tidaknya pasien gangguan jiwa akibat bangkrut atau masalah ekonomi dan kehilangan pekerjaan saat pandemi Covid-19, Desmiarti tidak dapat memastikannya. Namun kasus seperti itu pasti ada.

“Kalau kita lihat sih, ada aja ya masalah seperti itu, bahkan mungkin (pasien) yang sudah mulai tenang, kambuh lagi karena kondisi seperti ini. Ada yang karena kecemasan meningkat. Tapi tidak terlalu banyak dibandingkan dengan pasien yang sudah gangguan jiwa atau perawatan,” tuturnya.

Adapun gangguan jiwa memiliki tingkatan, dari gangguan jiwa ringan, sedang hingga berat. Umumnya, pasien dengan gangguan jiwa berat maka akan menjalani rawat inap. Sedangkan untuk pasien gangguan jiwa sedang, biasanya hanya rawat jalan.

Desmiarti mengungkapkan, pasien gangguan jiwa yang menjalani rawat jalan maupun rawat inap, kebanyakan usia produktif yakni usia 20-30-an tahun.

“Jadi kita punya layanan untuk anak, dewasa, dan 60 keatas, tapi yang paling banyak usia produktif, usia 20 - 30an. Dan biasanya itu saya bilang, awal-awal gaduh gelisah, pertama kali episode dia muncul usia 20-an bahkan ada yang 19-an tahun,” kata Desmiarti.

“Jadi itu menunjukkan pada saat-saat itu problema yang dia hadapi mungkin berat, perkembangan kepribadiannya, terkait dengan perkembangan hormonalnya juga,” tambahnya.

TERBANYAK DARI JAKBAR

ODGJ yang jalani rawat inap kebanyakan berasal dari Jakarta Barat, yaitu mencapai 60-70 persen. Alasannya, sebagian besar merupakan pasien dengan asuransi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS. Sedangkan pasien lainnya berasal dari Depok, Bekasi, Serang dan Tangerang.

Selama pandemi Covid-19 dilakukan pembatasan akses ke luar masuk bagi para tamu. Beberapa pelayanan juga belum dibuka seperti sedia kala. Salah satunya pelayanan terapi penunjang. Agar protokol kesehatan dapat tetap dilakukan pihak rumah sakit.

Misalnya penerimaannya kapasitas terapi di satu ruangan bisa enam sampai 10 orang, sekarang kita batasi. Sehingga frekuensinya berkurang. Mereka harus jaga jarak dan menerapkan protokol kesehatan. “Kalau kegiatan yang daycare, segala macam, ada beberapa yang disyaratkan rapid test dulu. Untuk memastikan mereka masuk dalam keadaan sehat. Jadi memang berkurang tapi suda mendekati normal,” jelas Desmiarti.

Sebagai informasi, daycare merupakan salah satu program rehabilitasi psikososial, berfungsi melatih ODGJ yang sudah menyelesaikan pengobatannya untuk bisa mandiri sebelum kembali ke masyarakat. (firda/ta/ird/ys)

Tags:
poskotaposkota.co.idjakarta-baratstrescoronaRumah Sakit JiwaPasien RSJJakarta

Reporter

Administrator

Editor