BESOK umat Islam merayakan Idul Kurban 1441 H dalam suasana Covid-19. Presiden Jokowi kurban sapi jumbo di berbagai daerah. Tapi di Solo perasaan warganya dikorbankan demi kontestasi Pilwalkot yang tidak adil, karena putra Presiden lewat “jalan tol”.
Idul Adha 1441 besok ini akan dilalui dalam suasana keprihatinan. Di tengah pandemi Covid-19 umat Islam masih mampu menyisihkan hartanya untuk berkurban dari kambing hingga sapi. Presiden Jokowi dengan sejumlah sapi jumbonya juga berkurban di berbagai kota. Ada sapi limosin di Palangka Raya (Kalteng), Gombloh di Bantul (DIY), Si Gundul di Bintan (Riau). Dan masih ada lagi lainnya.
Tapi di tempat lain bahkan di Jakarta sendiri, banyak warga negara yang hanya bisa korban perasaan karena ter-PHK dari kantornya gara-gara Corona. Bahkan banyak juga warga miskin korban perasaan, lantaran tak kebagian sembako bantuan pemerintah. Akibat pendataan yang buruk, sembako itu hanya lewat depan rumah untuk diantar ke pihak yang sebetulnya tidak berhak.
Para peternak sapi dan kambing di pelosok desa juga hanya korban perasaan karena ternaknya tak dibeli para pedagang, gara-gara orang kota lesu ekonominya. Banyak dari mereka yang tahun ini istirahat, tidak berkurban dulu.
Tapi paling “kasihan” adalah warga Solo, mereka harus dikorbankan perasaannya, karena hari-hari ini menyaksikan ketidak-adilan dalam konstastasi Pilwalkot untuk bulan Desember mendatang. PDIP Solo yang tadinya sudah mantep mengusung Ahmad Purnomo, mendadak berubah pikiran ketika Gibran Rakabuming Raka “nyelak” pengin maju dalam Pilwalkot Solo.
Dia pendatang baru sebagai kader PDIP, tapi karena putra Presiden Jokowi, jelas punya nilai jual tinggi. Maka diberinyalah Gibran “jalan tol”, sementara jago sebelumnya serta merta dicampakkan.
Paling menyakitkan, penyampaian pembatalan itu justru langsung oleh Jokowi yang ayah Gibran sendiri. Tambah korban perasaan lagi Ahmad Purnomo, karena dia diminta membantu Gibran dalam Tim Pemenangan. Untung saja Ahmad Purnomo menjawab, “Ogah….!”
Makna berkurban adalah berbagi pada orang miskin, yang jarang ketemu daging sapi atau kambing dalam menunya sehari-hari. Mereka yang mampu berbagi rasa, betapa susahnya jadi orang miskin, tidak bisa makan 3 kali sehari. Yang lauknya mengacu lagu Bandar Jakarta, “Awan (siang) pakai lembayung, sore kangkung.,…..!”
Kini kita menyaksikan, banyak orang mampu berkurban tapi di sisi lain justru dengan teganya mengorbankan perasaan orang lain demi ambisi kekuasaan. Apakah para elit politik itu tak punya perasaan? Andaikan pedangdut Megy Z masih hidup, pastilah akan bilang, “Teganya, teganya, teganya…….!” – gunarso ts