Nadiem Makarim, Mendikbud..

Induk

Kaji Ulang Program POP

Senin 27 Jul 2020, 08:12 WIB

PROGRAM Organisasi Penggerak (POP) yang diluncurkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, berbuntut panjang. Program tersebut menuai protes, bahkan imbasnya Presiden Jokowi didesak mencopot Nadiem dari kursi Mendikbud, dan mendudukkan pejabat yang lebih berkompeten di dunia pendidikan.

Sejatinya, POP adalah bertujuan mendorong hadirnya sekolah penggerak yang melibatkan peran serta organisasi. Fokus utamanya, peningkatan kualitas guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan guna meningkatkan hasil belajar siswa. Sasaran POP pada tahun 2020-2022 yaitu meningkatkan kompetensi 50.000 guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan di 5.000 PAUD, SD dan SMP di 34 provinsi.

Polemik POP muncul ketika ada protes dari sejumlah organisasi serta kritik anggota DPR RI yang menilai ada kejanggalan dalam menentukan ormas dan Lembaga yang  akan menerima hibah dana. Dari 156 lembaga dan ormas yang lolos seleksi, ada perusahaan besar yang menerima dana ‘gajah’ senilai Rp20 miliar, yaitu Yayasan Putra Sampoerna dan Yayasan Bhakti Tanoto.

Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah disusul kemudian Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), memilih mundur dari POP. Karena proses POP dinilai tidak transparan, seleksi ormas yang menerima dana hibah juga tidak jelas. Kemendikbud dinilai hanya ‘bagi-bagi anggaran’ alias menebar uang hingga dikhawatirkan melenceng dari tujuan.

Integritas dari ormas atau kelompok yang menerima dana ‘gajah’ Rp20 miliar, dana ‘macan’ Rp5 miliar, dan Rp1 miliar, juga tidak jelas. Termasuk jejak aktivitas ormas tersebut, pengalaman serta serta kemampuan implementasi kelompok tersebut di dunia pendidikan, juga dipertanyakan.

Sesuai UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Semua itu bisa dicapai dengan peningkatan kualitas pendidikan dari hulu, dan melibatkan tenaga didik yang berkompeten, bukan ormas yang belum jelas rekam jejaknya.

Polemik POP bila terus berkepanjangan akan membuat dunia pendidikan kita yang selalu penuh karut marut bukan melangkah maju, sebaliknya malah mundur. Itu sebabnya, pemerintah harus mengkaji ulang dan mengevaluasi pelaksanaan POP supaya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Anggaran Rp595 miliar atau lebih dari setengah triliun rupiah akan siasia bila program ini tidak tepat sasaran.**

Tags:
IndukInduk Opiniposkota.co.idKaji Ulang Program POPposkota

Reporter

Administrator

Editor