Pasar Pecah Kulit, Tempat Belanda Bunuh Pemberontak, Pedagang Kerap Lihat Sekelebat Bayangan

Selasa 21 Jul 2020, 14:30 WIB
Pasar Pecah Kulit, pasar dengan nama unik dan bersejarah, di Jalan Pangeran Jayakarta, Jakarta Barat. (mia)

Pasar Pecah Kulit, pasar dengan nama unik dan bersejarah, di Jalan Pangeran Jayakarta, Jakarta Barat. (mia)

PASAR Pecah Kulit yang terletak di daerah ‘Jacatraweg’ yang kini jadi Jalan Pangeran Jayakarta, Jakarta Barat, memiliki sejarah yang cukup membuat bergidik bulu kuduk.

Konon nama pecah kulit diambil dari pembunuhan sadis terhadap Pieter Erberverld dan para pengikutnya, yang tubuhnya terpecah-pecah setelah dieksekusi Belanda. Pieter Elberverd adalah keturunan Indo Jerman yang dikenal sebagai tuan yang tinggal di kawasan Pangeran Jayakarta.

Dari beberapa literatur, sejarah nama ‘Pecah Kulit’ berawal ketika Vereenigde OostIndische Compagnie (VOC) sebagai pihak yang berkuasa ingin menyita tanah-tanah di Batavia, termasuk tanah milik Pieter Elberverd.

Tak mau diperlakukan semena-mena, Pieter menggandeng penduduk lokal berencana memberontak. Rencananya pemberontakan dilakukan saat malam Tahun Baru ketika orang-orang Belanda tengah berpesta.

Namun karena ada yang berkhianat, Pieter dan kawan-kawan justru ditangkap Belanda. Mereka dihukum mati dengan cara mengerikan. Kedua tangan dan kaki mereka diikat tali tambang yang diikatkan pada kuda-kuda.

Selanjutnya kuda-kuda tersebut dilecut hingga berlari ke arah-arah yang berlawanan. Badan Elberverd dan rekan-rekannya terkoyak, dagingnya berserakan dan kulit mereka pecah. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa pecah kulit.

Jejak sejarah peristiwa ‘pecah kulit’ bisa dilihat di Monumen Taman Prasasti, di Jalan Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Di sini ada sebuah monumen berdiri kokoh, di atasnya terdapat tengkorak yang tertancap pada ujung tombak.

Di dinding monumen, tertulis kalimat dalam bahasa Belanda dan Jawa. “Sebagai kenang-kenangan yang menjijikan pada si jahil terhadap negara yang telah dihukum Pieter Erberveld. Dilarang mendirikan rumah, membangun dengan kayu, meletakan batu bata dan menanam apapun di tempat ini, sekarang dan selama-lamanya. Batavia, 14 April 1722”.

HARGA PERJUANGAN

Para pedagang dan masyarakat sekitar Pasar Pecah Kulit mengaku sangat menghargai perjuangan seorang warga blasteran Jerman tersebut yang rela membela penduduk pribumi yang mengalami kesulitan.

“Saya pernah dengar cerita soal pak Pieter itu dari sesepuh di sini. Kadang saya sendiri juga sering merasa takut juga pas jualan sayuran malam-malam di sini,” cerita Saripah (48), pedagang sayuran saat ditemui di Pasar Pecah Kulit, Jakarta Barat, Senin (20/7/2020).

Saripah mengaku sudah berjualan dari tahun 1992, saat pasar tersebut belum memiliki instalasi listrik.

“Dulu di depan kios saya ini jalanan becek, gelap gulita, kita para pedagang pakai petromak, lilin dan lampu cempor (lampu minyak tanah),” kata dia.

Terkadang saat dini hari pas sayuran turun dari pasar induk pukul 02.00-03.00 dini hari suka lihat bayang-bayang sekelebat. “Bolak-balik saya merinding juga, tapi ya saya cuek saja karena kan saya cari makan buat anak-anak saya,” kenang Saripah.

Saripah yang dibantu suaminya berjualan, tak menghiraukan suara-suara atau bayangan-bayangan yang menghantui di sekitar kios sayurannya.

“Iya Bismilah aja, kita berdoa, kita kan nggak ganggu mereka, lagian kan pak itu orang baik semasa hidup, nggak mungkin ganggu kita,” ucap Saripah.

KULIAHKAN ANAK

Diakui Saripah pasar tersebut terbilang cukup tua dan rapuh dan belum ada rencana renovasi dari Pemda DKI Jakarta. “Di sini jual macam-macam, ada sayuran, daging, sembako, alat kebutuhan rumah tangga dan lain-lain,” ungkapnya.

Selama pandemi virus corona, ia mengaku penghasilan menurun drastis. Karenanya, ia berharap wabah penyakit ini segera berakhir dan kehidupan kembali normal,” ucapnya.

Baca juga: Pasar Rumput, Jaman Dulu Banyak Transportasi Kuda

Dari hasil berjualan sayur-sayuran Saripah dan suaminya berhasil menguliahkan kedua anaknya di universitas swasta ternama di Jakarta dan Bandung.

Pasar Pecah Kulit mulai beraktivitas dari jam 02.00 WIB hingga 24.00 WIB. “Sekarang saya jualan dari jam 03.00 WIB sampe sore saja karena sepi dan kalau malam sudah nggak berani juga apalagi dah jarang pembeli,” tandasnya. (mia/bi/ird/ys)

Berita Terkait
News Update