PEMPROV Jakarta kembali memperpanjang masa PSBB hingga 31 Juli. Ini adalah perpanjangan kedua. Perpanjangan ini disebabkan oleh masih meningkatnya jumlah warga Jakarta yang terpapar Covid-19. Kita bisa memahami bahkan mendukung kebijakan Gubernur DKI Jakarta tersebut demi kesehatan warga.
Sejak dua minggu lalu kita memasuki apa yang disebut Masa Transisi ke arah Kondisi Normal Baru (New Normal). Kita tadinya berharap pada kemarin itu, tanggal 14 Juli 2020 kita sudah bisa masuk ke Normal Baru, tapi ternyata PSBB diperpanjang karena makin banyak yang terpapar Covid.
Kita terpapar karena kita tidak mau mengikuti aturan protokol yang dianjurkan oleh pemerintah. Misalnya kita lihat banyak sekali warga Jakarta yang melakukan atau memasuki kerumunan orang terutama di pasar tradisional. Sudah dianjurkan agar mereka menjaga jarak setidaknya satu meter dari orang lain tapi tetap saja mereka berkerumun.
Publik juga banyak yang tidak mematuhi anjuran untuk memakai masker. Kita lihat hal ini dilakukan di pasar, di mal, juga ketika naik kendaraan umum. Padahal sumber penularan Covid ada di mulut dan hidung orang di depannya. Artinya jika orang itu batuk atau bersin sudah pasti virus itu hinggap ke mulut, hidung atau mata orang di depannya yang tidak menggunakan masker atau pelindung wajah.
Saling bersentuhan anggota badan juga bisa membahayakan. Itulah sebabnya di negara lain, bersalaman dilarang, diganti dengan menangkup kan tangan seperti cara orang Thailand. Tapi beberapa dari kita merasa tidak afdol jika tidak bersalaman atau malahan jika tidak saling memeluk dan cipika cipiki.
Memang protokol itu ada yang berbeda dengan anjuran agama dan kebiasaan. Misalnya soal bersalaman atau saling memeluk jika bertemu dengan teman. Karena itu ada yang merasa bahwa jika tidak bersalaman dan tidak berpelukan, telah melanggar kebiasaan yang dianjurkan oleh agama.
Ketika lockdown dilonggarkan dan diganti dengan masa transisi, sebagian dari kita menganggap tidak perlu lagi taat terhadap protokol. Padahal bukan itu maksudnya. Transisi itu diberlakukan agar roda ekonomi berputar lagi seperti dulu. Tapi publik tetap harus menaati protokol kesehatan. Silakan berkunjung Ke Mal, ke pasar, ke tempat wisata tapi tetaplah menjaga jarak, memakai masker dan menghindari kerumunan dan sering mencuci tangan atau memakai sanitazer.
Memang tidak semua orang memahami perlunya mematuhi protokol. Tapi bagi kita yang sadar terhadap bahaya virus corona dan sadar pentingnya mematuhi protokol sebaiknya ikut membantu pemerintah dan Pemda Jakarta untuk bersikap saling mengingatkan apabila bersua dengan orang yang tidak memakai masker dan berkerumun.
Memang kita tahu sebagian dari kita segan untuk ikut mengingatkan publik karena alih-alih diikuti, malahan sering menjadi pertengkaran karena yang diingatkan melawan akibat merasa dipermalukan di depan umum. Karena itu kita cenderung mendiamkan saja pelanggaran protokol tersebut.
Bersyukur juga karena kemarin ada informasi di medsos bahwa pelanggar protokol akan dijatuhi denda yang lumayan besar. Meskipun aturan tersebut terlambat namun tetap lebih baik diadakan dan dilaksanakan. Yang penting aturan tersebut harus diterapkan secara konsisten dan tegas.
Aparat pemerintah jangan mengulangi kebiasaan lama yaitu menerapkan aturan secara tidak tegas, dan ada diskriminasi artinya kalau kaya bebas kalau miskin dihukum. Juga ada kebiasaan lama yang harus segera diubah yaitu tidak pernah konsisten dalam menerapkan hukum yaitu kadang-kadang bertindak tapi lebih sering diam saja melihat pelanggaran hukum.
Sikap seperti ini telah menimbulkan sikap pandang enteng terhadap aturan hukum di kalangan publik. Mungkin karena ini pula, pelanggaran terhadap prtotokol Covid sering terjadi. Karena itu demi kesehatan kita bersama marilah patuhi protokol Covid itu sekaligus agar kita tidak terkena denda.
(Prof DR Amir Santoso, Gurubesar FISIP UI; Rektor Universitas Jayabaya, Jakarta).