IBARAT virus yang menular, kecintaan Hasan Anosa terhadap BMW tak terlepas dari lingkungan keluarganya. Sang ayah sudah memiliki kendaraan bikinan Jerman ini, sejak dia kecil. Bahkan usia remaja, saat duduk di bangku SMP, pria 34 tahun ini sudah pandai mengendarai BMW E46 325i.
“Mobil itu buatan tahun 2003 dan sampai kini masih saya kendarai,” ucap pengusaha muda pemilik 10 kapal penangkap ikan ini.
Hasan tak menampik kecintaannya kepada mobil ber-cc 1800 itu dipengaruhi dari lingkugan keluarga besarnya. “Kami lima bersaudara, saya anak ketiga. Pernah sekeluarga memiliki masing-masing satu mobil BMW, tetapi sekarang sebagian sudah dijual,” cerita Hasan.
Baca juga: BMW E46: Eksotik, Elegan, Tak Luntur Zaman
Dia mengaku langsung ‘jatuh cinta’ saat pertama kali mengendarai BMW E46 lantaran performace-nya. “Dikendarainya nyaman, mesin nggak usah dibilang dengan kapasitas cc lumayan besar mobil ini stabil saat dipacu hingga 200 Km per jam. Whuss! Larinya bro! Senyap seperti tak ada suara,” kata Hasan.
Ucapan ini dilontarkannya karena pernah mengegas mobil bikinan Eropa dengan kecepatan setinggi itu. “Saat itu daerah Pantai Indak Kapuk,” ucapnya. Hasan mengakui mobil ini dikenal menguras kantongnya, terutama ketika harus mengganti spare part. ”Maklum spare part ori diimpor dari Jerman,” katanya.
Tapi itulah gunanya bergabung dengan komunitas. Antaranggota bisa saling membutuhkan. “Misalnya urusan onderdil, kadang disiasati dengan membeli spare part dari mobil BMW yang sudah tak terpakai yang harganya lebih murah dari onderdil mobil Jepang,” bebernya.
Baca juga: Tak Sekadar Touring, Komunitas 'E46' Peduli Kemanusiaan
Sebagai pemilik BMW jenis lawas, Hasan kerap memastikan tunggangannya itu harus sehat di antaranya dengan mengikuti kegiatan touring. ”Paling jauh saya bawa ke Bali dan alhamdulillah lancar, tanpa kendala,” tukasnya. (yahya/iw)
.jpg)
