DEPOK - Salah seorang mahasiswa asing asal Uganda, Afrika Timur berkuliah di Universitas Indonesia (UI) jenjang Magister (S2) program studi Kesehatan Masyarakat, Semukasa Philimon, selama pandemi Covid 19 tetap belajar di dalam Asrama.
Semenjak diberlakukannya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), Philimon memilih untuk tetap tinggal di Asrama UI, tempat indekosnya selama ini.
“Saat itu, harga tiket mahal sekali, dan saya juga ragu apakah bandara buka atau tidak, sehingga saya memutuskan untuk tetap berkuliah online dari kamar asrama saya saja. Lagipula, saya juga menargetkan akan menyelesaikan perkuliahan dan akan kembali di tahun ini,” ujar Philimon yang sudah lancar menggunakan bahasa Indonesia didampingi Humas UI Egi Tarigan kepada Poskota, Jumat (19/6/2020) siang.
Selain itu Philimon menceritakan dirinya bahwa juga kerap dilanda rasa bosan, mengingat penghuni asrama juga sudah sangat berkurang. “Sebelumnya, asrama ini sangat ramai, saya bisa menghabiskan waktu senggang bersama teman asrama maupun teman di kampus, namun sekarang, hanya tersisa 68 mahasiswa penghuni asrama," katanya.
Sementara itu untuk melawan rasa bosan, Philimon melakukan olahraga joging keliling UI setiap sore hari atau bermain futsal bersama keluarganya di Asrama UI.
“Ya, saya menyebut semua penghuni di asrama ini adalah keluarga saya, baik itu para mahasiswa, maupun pengelola asrama. Saya merasa asrama ini adalah second home saya, ada bapak saya juga di asrama ini, yaitu Kepala Asrama UI. Pandemik COVID-19 yang melanda dunia memberi satu sisi positif, saya jadi bisa merasakan momen kekeluargaan di sini, “ tuturnya.
Philimon mengungkapkan, untuk makanan sudah disiapkan oleh pengelola Asrama UI. Pagi, Siang, Malam, semua sudah tersaji.
“Kadang, kami suka membahas bersama-sama, makanan apalagi yang harus dimasak. Kami pernah masak daun pepaya, saya kaget, pahit sekali. Lalu pernah juga kami memasak daun singkong, sayur asem, sambal. Meskipun makanan sudah disiapkan oleh pengelola Asrama UI, tetapi tidak ada tambahan biaya yang dibebankan kepada kami selain iuran bulanan,” ungkapnya.
Semenjak perkuliahan tatap muka ditiadakan, Philimon dan teman-teman kerap memperoleh banyak dukungan dari orang-orang baik hati, yang bahkan tidak dikenali.
“Banyak donatur yang datang memberikan kami makanan. Pihak fakultas juga selalu mengontak saya untuk memastikan apakah saya baik-baik saja dan bisa mengikuti perkuliahan dengan baik. Pihak klinik makara dan keamanan kampus juga luar biasa mendukung kami yang masih tinggal di asrama ini," imbuhnya.
Kejadian menarik yang tidak bisa Philimon lupakan adalah ketika ia ingin berbelanja kebutuhan sehari-hari di minimarket di luar asrama, ia mendapat pengawalan dari pihak asrama. “Saya bilang tidak perlu repot-repot, namun mereka tetap mendampingi saya, karena khawatir saya tidak bisa menjelaskan jika ada petugas berwajib bertanya-tanya kepada saya. Bahkan ada teman saya yang juga dikawal ketika hendak pangkas rambut,” ujar pemuda berusia 32 tahun ini.
Selain memperoleh ilmu di bangku perkuliahan, Philimon juga memperoleh banyak pengetahuan akan kebudayaan Indonesia ketika berada di asrama. “Asrama ini layaknya mini Indonesia, saya bisa berjumpa dengan mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia. Saya juga telah belajar bahasa dan budaya Indonesia selama 6 bulan di BIPA Lembaga Bahasa Internasional, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, namun di asrama ini saya bisa melihatnya langsung. Ibarat laboratorium budaya. Tidak lupa, ada banyak juga mahasiswa asing dari berbagai negara. Bangga bisa memiliki banyak teman disini,” tuturnya.
Ketika ditanyakan hal yang tidak bisa dilupakan semasa pandemik COVID-19 di Asrama UI, adalah saat melakukan takbiran bersama pengurus Asrama UI.
“Bertakbiran bersama pengurus asrama sangat mengharukan bagi saya. Mereka mau menemani teman-teman yang merayakan hari raya Idul Fitri, sementara kami tahu mereka juga memiliki keluarga. Seru sekali melihat keriuhan takbiran di tengah sepinya asrama,” ucap Philimon yang merupakan mahasiswa UI angkatan 2017.
“Salah satu yang saya rindukan adalah Nasi Goreng Kambing kantin FIB UI. Semasa Covid-19 ini harus tutup, dan saya tidak yakin apakah saya bisa kembali lagi memakannya." (angga/tri)