Arya Sandhiyudha. (ist)

Nasional

TIDI: Relaksasi Jangan Latah Ikut-Ikutan Eropa, Harus Ada Parameter

Senin 18 Mei 2020, 12:15 WIB

JAKARTA - Jika ada yang mengatakan relaksasi dibutuhkan karena tengah terjadi tren relaksasi di beberapa negara Eropa, namun hal itu tak boleh ikut-ikutan. Direktur Eksekutif, The İndonesian Democracy Initiative (TIDI), Arya Sandhiyudha mengatakan, relaksasi itu tidak bisa diterapkan begitu saja, tapi mesti menggunakan parameter dan tahapan.

TIDI telah melakukan kajian lintas negara dengan para pakar dan analis TIDI yang sekarang tinggal di Jerman, Inggris, Amerika Serikat, Australia, Taiwan, Korea Selatan, dan Malaysia.

"Secara kuantitatif tingkat reproduksi efektif di setiap negara-negara yang melakukan relaksasi tersebut. Jadi kalau di Indonesia, ide relaksasi di suatu daerah mesti cek konsistensinya selama 14 hari minimal, DKI misalnya tingkat reproduksi efektifnya sempat turun di bawah 1 tapi sehari kemudian sudah naik lagi jadi belum stabil," kata Arya, Senin (18/5/2020).

Arya yang juga pengamat politik internasional mengatakan, janganlah dulu kita sebut negara-negara Eropa yang baru relaksasi, sebutlah Taiwan negara yang sudah lebih dulu relaksasi itu kan karena mereka puncak pandemi saja tidak mengalami, sudah flatten the curve sejak hari pertama. 

"Per 17 Mei hanya 440 orang kasusnya, 69 ribu tes, dan sudah '0' nol kasus selama 10 Hari berturut-turut. Kalau lihat Inggris juga relaksasi karena tingkat reproduksi efektif sudah di bawah 1, sementara Indonesia kan masih 1,3," katanya.

Arya menyebutkan, Jerman pun memutuskan relaksasi dengan kondisi spesifik. "Relaksasi Jerman itu setelah partial lockdown secara ketat di beberapa negara bagian baru kemudian kurva sudah terus turun secara konsisten juga tingkat reproduksi efektif sudah turun konsisten dalam 14 hari. Jadi  jangan hanya baca berita luar negeri sedang terjadi. Lalu latah mengusulkan relaksasi, tanpa melihat konteks dan presesi perencanaannya," katanya.

Arya juga menyebutkan, berdasarkan masukan analis kesehatan TIDI di Amerika Serikat, kalaupun mau menjadikan Amerika Serikat sebagai alasan, kita bisa mencontoh rationalitas bahwa re-opening itu ada kriteria satu fase ke fase berikutnya.

"Misalnya ada jumlah konsisten selama dua pekan 14 hari: jumlah kasus positif menurun, jumlah pasien yang masuk RS menurun, jumlah masuk ICU menurun, jumlah kematian menurun," katanya.

Arya mengatakan bahwa TIDI dalam waktu dekat akan merilis hasil kajian komprehensif sebagai rekomendasi hasil diskusi dengan para pakar dan analis TIDI di dalam dan luar negeri. (rizal/ys)

Tags:
Relaksasipsbbcoronacovid-19PandemiEropaposkotaposkota.co.id

Reporter

Administrator

Editor