PRIYADI (45), layak marah. Sebab rumah yang dibangun dari jerih payahnya jadi TKI Korea, oleh istri di Ponorogo malah dipakai masukkan lelaki mesum. Saking marahnya, rumah itu dihancurkanm ketimbang ditempati oleh istri dan selingkuhannya. Apa saran Pak Kades tak bisa diterima Priyadi.
Ketika suami menjadi TKI, ekonomi di rumah membaik. Asal istri yang ditinggalkan bisa menggunakan secara tepat guna, rumah harta gono-gini bisa dibangun dengan megah, sebagai istana sebuah keluarga. Tapi kadang istri tak puas, percuma punya rumah jika tak bisa lagi semah (baca: kesepian). Pengkhianatan rumahtanggapun mulai dirintis.
Seperti banyak dilakukan lelaki lain, saat pemerintah tak bisa menciptakan lapangan kerja buat rakyatnya, banyak yang memilih menjadi TKI. Priyadi warga Pengkol Kecamatan Kauman Ponorogo, salah satu warga yang juga mengadu nasib ke manca negara. Negara tujuannya adalah negeri ginseng, Korea. Beberapa tahun kerja di sana, Priyadi berhasil membangun rumah megah di desanya, di atas tanah warisan milik istri.
Selama Priyadi jadi TKI, belum pernah pulang. Nah disinilah istrinya, Wartini (40) benar-benar kesepian. Soalnya selama suami di manca negara, tak ada lagi pelukan rindu seorang suami. Paling bisanya main WA dan video call, jelas itu tak bisa mengobati rasa rindunya, bahkan hanya bikin pusing thok, karena kepengin tapi tak ada solusi.
Tak tahan menekan sepi, Wartini cari hiburan lewat jalur independen. Kebetulan ada lelaki tetangga yang tertarik padanya, namanya Purnadi (35). Ketimbang bengong tanpa makna, dilayani saja hasrat lelaki itu. Sejak saat itu Purnadi sering main ke rumah Wartini, dan kemudian anti klimaksnya kencan bak suami istri. Wah, sejak itu Wartini tega melupakan suaminya. Purnadi memang berbanding lurus antara tongkrongan dan “tangkringan”.
Lima tahun menjadi TKI, Priyadi pulang kampung. Alangkah kagetnya ketika dapat informasi, istrinya suka memasukkan lelaki. Bahkan kabarnya mereka akan menikah, setelah suami menceraikan Wartini. Katanya, menjadi istri Purnadi lebih membahagiakan, karena dapat asupan cinta 3 kali seminggu sesendok makan.
Priyadi mengecek pada istri dan ternyata membenarkan. Maksud Wartini, nanti rumah itu akan dibelinya, diperhitungkan dengan pembagian harta gono-gini. Tapi Priyadi tak bisa menerima solusi itu. Kok enak betul, dia yang cari duit kok malah rumah hasil jerih payahnya dinikmati gendakan istri yang juga sudah menikmati istri Priyadi.
“Daripada kamu beli, mending rumah itu dihancurkan saja.” Ancam Priyadi. Pak Kades yang mendengar kemarahan sang TKI Korea mencoba memberikan solusi, agar rumah itu jangan dibongkar, tapi biar untuk kedua anaknya nanti. Itu lebih bermanfaat.
Tapi Priyadi tak peduli. Dia benar-benar menyewa alat berat di Dinas PU, lalu dihancurkan rata dengan tanah. Rumah seluas 90 M2 itu tinggal puing-puing belaka, tapi tak membuat hati Priyadi berkeping. Priyadi yang banting tulang, kok dibuat banting-bantingan dengan lelaki lain. (BJ/Gunarso TS)