Oleh Harmoko
SERING dikatakan, hidup butuh keseimbangan agar lebih cepat mencapai tujuan. Tanpa keseimbangan, jalan akan tersendat, boleh jadi terseok, bagaikan mobil hilang satu roda. Layaknya pesawat tanpa satu sayap.
Dengan keseimbangan, pondasi semakin kuat. Mampu menghadapi hembusan angin kuat. Sebaliknya berdiri tanpa kesimbangan akan mudah terjatuh.
Dalam falsafah bangsa juga diamanatkan perlunya menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban sebagaimana tercermin dalam butir ketiga sila kelima Pancasila.
Mengapa? Jawabnya dalam hak melekat juga kewajiban. Keduanya merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan satu sama lain seperti dua sisi mata uang yang menyatu. Di mana terdapat hak, dengan sendirinya akan melekat kewajiban.
Hak individu bersifat universal, dimiliki siapa saja, kapan saja, tanpa terkecuali serta tak bisa diambil oleh siapa pun.
Hak yang dimiliki seseorang, akan dimiliki juga oleh orang lain. Misalnya hak berpendapat dimiliki oleh setiap individu. Itulah sebabnya ketika orang lain sedang menggunakan haknya untuk mengungkapkan pendapatnya, kita perlu menghargai hak orang tersebut. Begitu pun sebaliknya.
Menghargai hak orang lain itulah yang disebut kewajiban.
Maknanya dalam hak asasi manusia ( HAM) melekat juga kewajiban asasi manusia yang wajib dilaksanakan demi tegaknya pelaksanaan HAM, di negara mana pun, termasuk di negeri kita. Bahkan, negeri kita menganjurkan warganya untuk menghargai hak orang lain sebagai pedoman kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Hak asasi perlu dihargai eksistensinya karena dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.
Atas landasan itu, menyeimbangkan penggunaan hak dan kewajiban, hendaknya bukan lagi dianggap sebagai anjuran, tetapi sebuah tuntunan. Bahwa kemudian masih ada sebagian yang menggunakan landasan moral masih sebatas tontotan, itu pun tak bisa kita pungkiri.
Yang pasti sejak negeri ini berdiri, para pendiri negeri telah mengajarkan kepada kita semua untuk senantiasa menjaga keseimbangan antara hak dengan kewajiban.
Keseimbangan dimaksud tidak menonjolkan, mendahulukan atau mengutamakan haknya secara berlebihan. Tidak pula mengesampingkan kewajiban yang seharusnya dilakukan. Seimbang berarti pula sebanding, setimpal atau sepadan dalam menggunakan hak dan kewajiban.
Tidak merendahkan hak dengan meninggikan kewajiban, tidak pula memberatkan hak dengan meringankan kewajiban.
Hak dan kewajiban ditempatkan pada porsinya, sama tinggi, sama kuat dan sama pentingnya.
Agama, Islam misalnya mengajarkan kepada pemeluknya untuk senantiasa menunaikan kewajiban, setelahnya memperoleh haknya. Artinya mengajarkan manusia melaksanakan kewajibannya. Bukan menuntut haknya, tetapi menjaganya.
Kewajiban harus dilakukan sesuai fungsi yang melekat pada dirinya sebagai makhluk individu. Sementara menjalankan kewajibannya kepada orang lain, dalam kapasitasnya sebagai makhluk sosial.
Dalam kehidupan sehari - hari, untuk menuai hasil, terlebih dahulu harus menjalankan kewajibannya. Seperti halnya jika ingin memanen padi, terlebih dahulu harus menanamnya dan merawatnya. Begitu juga penghargaan atau imbalan akan didapat setelah terlebih dahulu melaksanakan pekerjaan.
Ini bentuk keseimbangan dalam kehidupan nyata yang kita alami sehari - hari.
Lantas bagaimana kita menyeimbangkan hak dan kewajiban, jawabnya ada pada diri kita sendiri.
Sudahkah menjalankannya secara seimbang, hanya diri kita yang dapat mengetahui.
Di sinilah perlunya kejujuran untuk menilai diri sendiri, sudah sejauh mana melaksanakannya.
Kita tahu kejujuran menyangkut karakter dan integritas moral, di samping tentu saja akhlak seseorang. Seperti dikatakan Zig Ziglar, penulis AS bahwa
"Batu pondasi untuk sukses yang seimbang adalah kejujuran, karakter, integritas, iman, cinta, dan kesetiaan."
Itulah sebabnya untuk menyeimbangkan hak dan kewajiban harus diawali dari kesadaran diri masing - masing. Tanpa kesadaran diri, keseimbangan sulit terwujudkan.
Kuncinya ada pada kesungguhan diri.
Mari kita terus mengupayakan keseimbangan antara hak dan kewajiban untuk menyelaraskan kehidupan. (*).