TERSERAH mau teriak, menangis, atau menjerit sekeras-kerasnya. Silakan. Ini memang bagian rakyat kecil yang hanya bisa berteriak. Mereka cuma punya suara jeritan, yang menyakitkan. Ya, jeritan memang tanda dari kesakitan.
Penderitaan di awal tahun, terus menghantam bertubi-tubi. Banjir baru saja surut, tiba-tiba datang lagi. Kayaknya nggak bosen-bosen mempermainkan si kecil. Baru selesai bersih-bersih, eh air masuk lagi? Maka mereka pun berteriak lagi; “Banjir, banjir, Banjir, Banjir lagi!”
Selagi masyarakat sibuk, membersihakan rumah, tiba-tiba dikejutkan dengan naikya gas melon? Nggak kira-kira naiknya. Dan mereka pun berteriak, menjerit lagi’ “ Harga gas melon naik?” jerit mereka.
Apalagi yang naik, yang harus ditanggung rakyat? Ya, itu tuh BBJS. Kalau mau ongkos sakitnya ditanggung negara ya jangan lupa bayar iuran kesehatannya. O, iya naik juga kan. Jadi silakan menjerit. “ Iuran BBJS naik Bro!”
Banyak sebab musabab untuk warga menjerit, kenaikan harga kebutuhan pokok masyarakat pun naik saling kejar kejaran..
Nah, yang ini bolelah mau menjerit atau mau guling guling. Itu tuh kasus korupsi Jiwa Sraya yang nilainya triliunan. Waduh, itu para pejabatnya hidup bergelimang dengan kemewahan harta, rumah mewah, mobil motor mewah, wah, wah!
Silakan menjerit, sekuat kuatnya, sekeras-kerasnya, biar dunia tahu. “Wahai, koruptor nggak ada kapoknya, ya!” (massoes)