Peluncuran novel 'Titik Dalam Kurunh' "di REQ Space, Jakarta, Jumat (17/1/2020) sore. (johara)

Event

Kisah Chuck Suryosumpeno dalam Novel 'Titik dalam Kurung'

Sabtu 18 Jan 2020, 10:51 WIB

JAKARTA - Kehadiran novel berjudul 'Titik Dalam Kurung' mendapat apresiasi dari berbagai pakar hukum. Tragedi jaksa berprestasi Chuck Suryosumpeno, dikisahkan seorang Jurnalis, Agus Dwi Prasetyo dalam novel tersebut.

Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menilai, apa yang dituliskan dalam novel tersebut bukanlah sebuah imajinasi belaka.

"Satu kata, mengerikan! Karena isi novel ini menggambarkan kehidupan penegak hukum, khususnya jaksa berprestasi yang diterkam penguasa rezim yang serakah," kata Suparji dalam peluncuran novel 'Titik Dalam Kurunh' "di REQ Space, Jakarta, Jumat (17/1/2020) sore.

Ia menambahkan, jika novel 'Titik Dalam Kurung' bisa dikatakan sebagai bukti tidak adanya kontrak hukum yang baik di Kejaksaan. Bahkan,  Kejagung yang diharapkan ada reformasi kultural dan struktural, ternyata tidak ada perubahan sama sekali.

Hadir yang menjadi pembahas Novel 'Titik Dalam Kurung' Irwan Ariefyanto (moderator), Emrus Sihombing (pakar Komunikasi Politik), JJ Rizal (Sejarawan, Budayawan), Suparji Ahmad (Pakar Hukum Pidana), Haris Azhar (Direktur Lokataru), dan Agus Dwi Prasetyo (penulis buku)

Senada, Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar berpendapat novel ini merupakan bukti bahwa prestasi ataupun gebrakan Chuck telah membuat mantan Jaksa Agung M Prasetyo dan para pengikutnya marah besar. Ia pun menilai hal wajar bagi penulis yang terinspirasi dari kasus Jaksa Chuck untuk membuat sebuah buku. 

Sebab, persoalan yang menimpa Jaksa Chuck merupakan noda hitam dalam sejarah kepemimpinan Prasetyo. "Yang sebetulnya ramai soal pak Chuck ini adalah soal kasus kriminalisasinya. Dia adalah ‘The biggest story of Prasetyo’s anger' yang kebetulan menjabat sebagai Jaksa Agung saat itu," ujarnya.

Haris menambahkan jika Jaksa Chuck menjadi korban kemarahan HM Prasetyo. Itu disebabkan karena hanya Chuck yang berani melawan Prasetyo demi memperjuangkan keadilan, hati nurani dan sumpah jabatannya, maka akhirnya  ia harus disingkirkan.

Di sisi lain, pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing menilai buku 'Titik Dalam Kurung' menjadi kritik bagi negara. Negara dianggap berbahaya bagi para penulis yang menelurkan karya sensitif.

Dia menilai, tulisan di dalam buku merupakan kisah nyata. Namun, penulis mengemas tulisan dengan cara berbeda. Penulis, menurut Emrus, sampai memakai nama lain untuk mengaburkan kisah sesungguhnya.      

"Itu menunjukkan negara tidak memberi kebebasan. Sampai penulis buku mengemas sedemikian rupa agar tidak muncul persoalan, padahal ini fakta dan para pemangku kebijakan tidak boleh tinggal diam,” kata dia. (johara/mb)

Tags:

Reporter

Administrator

Editor