SUKABUMI – Menapaki kehidupan bagi kakak beradik anak yatim-piatu, Lastri Sri rahayu (15) dan Siti Nurohmah (10) di Kampung Kamandoran RT 02/10, Karangtengah, Cibadak, Kabupaten Sukabumi cukup memprihatinkan.
Di usianya yang masih belia, mereka terpaksa harus mengurangi waktu bermainnya. Sebab, saban hari sepulang sekolah, mereka harus berkeliling kampung menjual gorengan. Saat ini Lastri masih mengenyam pendidikan di bangku kelas IX SMP, sementara Siti masih duduk di kelas V SD.
Rutinitas jualannya itu dilakukan mereka lantaran demi bertahan hidup. Setelah ditinggal kedua orangtuanya mereka tinggal di rumah kakaknya, Sandi Cahya (40). Kondisi rumah kakaknya itupun jauh dari mewah. Rumah berukuran sekitar 5 x
4 meterpersegi itu hanya berdindingkan bilik bambu. Itupun beberapa bagian kayu maupun biliknya sudah lapuk. Lantainya hanya tembok yang sudah banyak mengelupas.
Di rumah itu itu, selama ini dihuni oleh lima orang. Yakni Lastri, Siti, dan Sandi beserta istri dan anaknya. Rumahnya memang berada di permukiman padat penduduk. Namun, keadaan rumahnya dibanding dengan yang lain terlihat paling memprihatinkan.
"Ibu sudah meninggal tiga tahun lalu karena kanker otak. Sementara Bapak meninggal pas akhir tahun kemarin saat menguras sumur terkena gas beracun," tutur Lastri dengan mata berkaca-kaca, Jumat (17/1/2020).
Untuk menghidupi kebutuhan selepas ditinggal kedua orangtuanya, mereka berkeliling kampung jualan gorengan buatan kakak iparnya. Seperti bala-bala, pisang, dan lainnya. Per hari, rata-rata mereka membawa gorengan 40 biji, masing-masing harganya Rp2000. Upah yang didapatkan mereka, rata-rata Rp5000.
Uang hasil jerih payahnya itu dipakainya untuk keperluan sekolah dan lainnya. Kalau bersisa, mereka tabungkan. "Uang tabungannya itu untuk nanti beli baju Lebaran," aku Lastri diamini oleh Siti.
Getirnya perjungan hidup terpaksa mereka lakoni. Mereka sadar, tak bisa sepenuhnya menggantungkan hidup terhadap kakaknya.
Sehari-hari, kakaknya Sandi hanya bekerja sebagai buruh serabutan. Sehingga pendapatannya pun tidak menentu. Sementara, dua kakak lainnya kini sudah menikah dan tidak tinggal bersama. Nasib kehidupan kakak-kakaknya pun tak jauh dari kata cukup, masih serba kekurangan.
"Sehari-hari untuk biaya sekolah dan makan dari kakak dan itu pun terkadang tidak mencukupi. Makanya kami untuk bantu nambah-nambah beli makan dan
menabung kami berdua berjualan gorengan keliling kampung," ungkap Lastri yang lagi-lagi sambil terisak.
Dengan kondisinya yang kini serba kekurangan, Lastri berharap adanya uluran tangan dari dermawan. Lastri yang bercita-cita menjadi guru dan Siti menjadi dokter ini sampai sekarang belum tersentuh program dari pemerintah.
"Ingin rumahnya dibenerin. Ya Allah semoga saja ada dermawan yang mau melihat dan membantu kami," kata Lastri penuh harap.
Sementara, Sandi Cahya mengaku sangat iba saat melihat kedua adiknya setiap hari harus berkeliling kampung jualan gorengan. Hatinya menangis, ingin membahagiakan kedua adiknya itu.
"Bukannya tidak sedih, saya hanya buruh serabutan. Hasilnya kadang tidak mencukupi untuk kebutuhan keluarga dan kedua adik," keluhnya.
Sudah bisa memenuhi kebutuhan makan keluarga dan adiknya saja, kata Sandi, dia sudah sangat bersyukur.
"Serabutan, ya kalau tidak dapat uang hari ini, harus sabar nunggu esoknya," ujarnya. (sule/tri)