ADVERTISEMENT
Jumat, 30 Agustus 2019 18:54 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
JAKARTA - Pengurus Pleno DPP Partai Golkar Sirajuddin Abdul Wahab menegaskan 141 Anggota Pengurus Pleno sudah menanandatangani mosi tidak percaya terhadap Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto sehubungan dengan kondisi partai dalam keadaan bahaya dan mengkhawatirkan. "Telah terjadi penguasaan sepihak atas kantor DPP Partai Golkar oleh segelintir pengurus, padahal DPP itu aset kolektif dari seluruh pengurus bukan kelompok tertentu," katanya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (30/8/2019). Menurut Sirajuddin, mosi tidak percaya itu meminta agar Ketum Golkar segera mengadakan rapat Pleno untuk segera menjadwalkan Rapimnas dan Munas Partai dalam waktu dekat. Ia menjelaskan dalam AD/ART, hanya menjelaskan bahwa Munas Partai Golkar dilaksanakan satu kali dalam lima tahun. Begitu pula peraturan lain yang ditetapkan pada tingkat DPP Partai Golkar, tidak ada satupun klausul yang menjelaskan secara rinci tanggal atau bulan penyelenggaraan Munas. "Yurisprudensi pun ada, diwaktu Pak JK menjadi Ketua Umum Golkar dan terpilihnya ARB menjadi Ketua Umum pada Oktober 2009, begitupun Setya Novanto terpilih menjadi Ketua Umum dalam Munaslub pada Bulan Mei 2016. Saya kira Airlangga mendadak mengalami amnesia mekanisme," ujar Sirajuddin. Sirajuddin mengungkapkan, dalam Rapat Pleno di tingkat DPP Partai Golkar, tidak ada satupun klausul atau ketentuan yang mengatur bahwa rapat pleno harus melewati tahapan rapat bidang, rapat bappilu atau rapat harian. "Justru ketentuan yang tertuang dalam Tata Kerja DPP Partai Golkar. Mengatur bahwa rapat pleno harus dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dalam dua bulan, sama halnya dengan rapat harian, dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu bulan, untuk rapat bidang, rapat Bappilu dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. Janganlah menyampaikan mekanisme Partai Golkar ke ruang publik dengan cara-cara mengkebiri mekanisme yang ada," ungkapnya. Pada bagian lain, dia menganggap Airlangga sebagai Ketua Umum gagal memimpin Partai Golkar. Hal itu terbukti suara Partai Golkar turun, perolehan kursipun turun dari sebelumnya 91 Kursi menjadi 85 kursi. "Kalau kita komparasi dengan periode Pak Ical, memang kursi Partai Golkar di DPR RI turun menjadi 91 kursi dari 104 kursi, namun perolehan suara pemilih naik signifikan lebih kurang lima juta suara," katanya. (rizal/win)
ADVERTISEMENT
Berita Terkait
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Berita Terkini
ADVERTISEMENT
0 Komentar
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT