BAGI anggota Polri senjata api biasa disebut ‘istri kedua’. Senjata api laras pendek ini selalu menemani dan menjadi alat mematikan bagi pelaku kejahatan. Meski pistol tersebut setia menemaninya, tapi bagi Aiptu Raden Sutomo Handoyo, tak pernah dia gunakan buat melumpuhkan sepak terjang bandit jalanan. Selama 25 tahun lebih menjadi anggota buser di jajaran Polres Jakpus, , pria 52 tahun ini selalu menggunakan tangan kosong meringkus pelaku kejahatan jalanan. Sudah ratusan penjambret, penodong, pemalak dan pencopet diringkusnya, tanpa senjata api. “Cukup tangan kosong, manangkap pelaku kejahatan jenis criminal justice. Kecuali pelaku pembunuhan atau perampokan sadis,” ucap Aiptu Handoyo, kemarin. Rekan setimnya pun tahu betul, bila mereka memburu penjahat jalanan, Aiptu Handoyo tak menggunakan senjata api. Maklum Aiptu Handoyo, kini tercatat sebagai salah satu guru besar di perguruan persaudaraan silat nasional Rajawali Putih di kawasan Klender, Duren Sawit, Jaktim. Di perguruan silat ini dia memiliki belasan ribu murid yang tersebar di tujuh provinsi, di antaranya DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, Manado, Kalimantan, Jawa Timur, Riau dan Aceh. Jauh sebelum menjadi anggota Krops Bhayangkara, dia sudah menguasai olaharga bela diri, seperti silat, judo dan karate. Setelah diterima menjadi siswa SPN Lido pada 1986 lalu dia langsung ditugaskan di satuan reserse Polres Jakarta Pusat. Diawal kariernya, dia bersama rekannya diperintah membasmi bandit jalanan yang kerap beraksi di perempatan Senen, Cempaka Putih. Di pengunjung 1990 itu, kawasan ini dikenal rawan penodongan, pemalak, penjambretan, congkel kaca spion dan kejahatan jalanan lainnya. Ketika rekannya dipersenjatai pistol, dia mengandalkan tangan kosong, saat obervasi di kawasan ini. Ketika enam bandit memalak pengendara mobil, dia bergegas menghentikan aksi penjahat itu. BERGELIMPANGAN Sedangkan dua rekannya membuang tembakan peringatan. Letusan senjata api ini membut bandit ini lari kocar-kacir. Dengan cekatan, Haryono mengejar dan menghajar satu per satu enam bandit itu hingga bergelimpangan . Sejak itu, Haryono dikenal rekan-rekannya jago bela diri. Komandannya mengetahui kehebatan anak buahnya hingga Haryono kerap diploting di kawasan rawan kejahatan jalanan, seperti kawasan Terminal Pasar Senen, Perempataan Senen dan Bungur, hingga Pasar Tanah Abang. “Puluhan tahu saya bergelut dengan meringkus ratusan penjahat jalanan, tak satu pun peluru dari pistol, saya muntahkan. Pistol saya gunakan ketika menangkap pelaku perampokan bersenjata api. Belasan penjahat jenis ini roboh saya tembak kakinya dan beberapa di antaranya mati,” ujarnya. Kini Aiptu Handoyo menjadi staf di Unit Reskrim Polsek Tanah Abang. Di luar jam dinas, bapak tiga anak ini membagi keahlian ilmu bela diri kepada anak didiknya. Di padepokan Rajawali Putih di Pondok Kopi itu, dia melatih ratusan muridnya. Taka sdikir pula anggota Tribrata ikut berlatih di padepokan yang didirikannya sejak 24 tahun silam itu. Bahkan kini perguruan silatnya melebarkan sayap ke tujuh propinsi lainnya. PERPADUAN Dari tangannya, banyak anak didiknya berprestasi di kejuaran silat tingkat Provinsi DKI Jakarta, nasional, hingga Asian Games XVIII 2018 lalu. Bela diri yang diajarkan mengandalkan perpaduan ziujitsu judo, karate dan silat Mataram-Kebumen yang dikombinasikan dengan silat Betawi, Cikalong dan Ciamis, ditambah ilmu dalam perisai putih dan lainnya. “Dari berbagai aliran silat dan ilmu dalam itu kami namakan ilmu bela diri Rajawali Putih,” ungkapnya. Dia mewarisi ilmu bela dirinya dari kakeknya Kyia Dullah Zais, salah satu pendiri Pesantren Tebu Ireng Cabang Kebumen dan masih keturunan Syek Abdul Kahfi. Kini ilmu dia wariskan kepada ketiga putra-purinya yang kini beranjak dewasa. “Anak-anak sejak kecil sudah diajarkan ilmu bela diri, selain sehat bagi tubuh, juga untuk berjaga-jaga terhadap kriminalitas dan korban kejahatan’ ucap pria asal Kebumen ini. (silaen/iw)
Kriminal
Tidak Mau Pakai Pistol, Polisi Ini Tangkap Bandit dengan Tangan Kosong
Jumat 21 Des 2018, 08:48 WIB