ADVERTISEMENT

Hanya Dibayar Rp 300 Ribu/Bulan, Guru PAUD Gugat UU Sisdiknas

Selasa, 18 Desember 2018 19:44 WIB

Share
Hanya Dibayar Rp 300 Ribu/Bulan, Guru PAUD Gugat UU Sisdiknas

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA  - Tidak mendapat kesetaraan  atas penghasilannya yang didapatkan selama ini, sebanyak 385 ribu guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 12 ribu di antaranya bertugas di DKI, akan menggugat UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Pasalnya, selama ini sebagai pengajar mereka hanya dibayar paling tinggi senilai Rp300 ribu perbulan. Dengan menggandeng Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukum, para guru yang tergabung dalam Himpunan Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal (Himpaudi) berupaya menggugat UU yang selama ini berlaku. Mereka menilai, kerja kerasnya sebagai pengajar masih mendapat perbedaan dengan guru-guru lain yang saat ini sudah terbilang sejahtera. Andi Rosadi (37) guru PAUD mengatakan, selama 11 tahun ia mengajar, setiap bulannya ia hanya menerima bayaran Rp 300 ribu. Uang itu didapat dari swadaya para orangtua siswa yang memberikan secara sukarela. "Kalau nggak ada orangtua siswa yang swadaya mengumpulkan uang, ya nggak dibayar. Itu yang juga terjadi di seluruh wilayah di Kepulauan Seribu," katanya, Selasa (18/12/2018). Nisa mengatakan, ia sendiri selama ini memiliki ijazah S1 dari kuliahnya di jurusan pendidikan. Namun, dari hasil kuliahnya selama ini, ia menilai tak mendapat timbal balik yang memuaskan dari pendidikan yang dijalani selama ini. "Karena untuk guru PAUD sendiri masih belum mendapat perhatian dari pemerintah," ungkapnya. Ketua Himpaudi DKI, Yufi Natakusumah, menambahkan bahwa  langkah yang dilakukan pihaknya karena di UU No. 20 tahun 2003 terdapat perbedaan. Mengingat para pengajar seperti dirinya dikelompokkan di Paud nonformal yang selama ini mengajar di kelompok bermain, dan taman penitipan anak. "Kami tidak diakui sebagai guru, padahal kami dibebankan untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih," paparnya. Dari perbedaan itu, kata Yufi, pihaknya akan mengajukan uji undang-undang ke mahkamah konstitusi (MK). Menurutnya, melalui pengujian itu, bisa menjadi pintu pertama bagi pendidik Paud nonformal untuk mendapatkan haknya. "Selama ini guru mendapat tunjangan sertifikasi, bisa diangkat sebagai PNS, dan kami tidak dapat. Ketika kewajiban guru dibebankan, kenapa di dalam haknya berbeda," ungkapnya. Terkait hal itu, pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pihaknya akan mengajukan yudicial review tentang undang-undang Guru pada pasal 1angka 1, Undang-Undang Guru dan Dosen ke Mahkamah Konstitusi. Pasalnya, definisi guru dalam UU tersebut hanya mengakui guru PAUD formal saja. "Ketidaksetaraan hak membuat ratusan ribu guru PAUD non formal tidak mendapatkan hak yang sesuai dengan amanat undang-undang," ujarnya. Menurut Yusril, bila nanti Undang-undanh sudah di uji, diharapkan jadi kesamaan, sehingga tak ada diskriminasi. Proses ini sebenarnya tidak membatalkan, hanya menafsirkan bahwa ini semua harus mencangkup ke guru Paud nonformal. "Jadi ini ada UU yang bertabrakan, ini yang perlu di uji di mahkamah konstitusi sehingga ada kepastian hukum," terangnya. Ditambahkan mantan menteri Hukum dan HAM ini, beberapa waktu lalu pihaknya juga sudah menguji peraturan menteri Pan RB tentang guru honor yang sampai saat ini tidak bisa diangkat. Dimana ia meminta MK agar guru honorer yang diangkat sudah lama mengabdi, dan itu dinilai lebih pantas. "Jadi cukup banyak yang kami tangani terkait guru, mudah-mudahan ada perubahan," pungkasnya. (Ifand/win)

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT