ADVERTISEMENT

Ketahanan Pangan Jadi Sorotan, Mentan Diminta Mundur

Minggu, 18 Februari 2018 13:08 WIB

Share
Ketahanan Pangan Jadi Sorotan, Mentan Diminta Mundur

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA - Kinerja Kementerian Pertanian di bawah komando Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman, menjadi sorotan sejumlah pihak terkait ketahanan pangan. Pertanian mengklaim keberhasilan terkait dengan sasembada, perluasan lahan pertanian, bibit, pupuk dan peptisida yang ditujukan untuk memperkuat ketahan pangan dinilai sekadar klaim semata. Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menuturkan, kebijakan impor beras sejatinya menunjukan ada yang salah dari pengelolaan produksi beras untuk ketahanan pangan. “Mulai dari ketidakjelasan data soal stok beras Indonesia yang disampaikan Kementerian Pertanian. Padahal perlu informasi yang akurat dan valid terkait ketersediaan beras. Harus akurat, jika tidak ya berarti kinerjanya mentan jelek,” kata Uchok kepada wartawan di Jakarta, Minggu (18/2/2018). Permasalahan kebijakan impor beras menurutnya bukanlah hal yang baru. Di bawah pemerintahan Joko Widodo dan kepemimpinan Amran di Kementerian Pertanian dan di tengah-tengah seringnya Presiden blusukan ke sawah petani, pemerintah menurutnya hanya menghasilkan kebijakan impor beras sebanyak 2,9 juta ton dengan nilai Rp16,9 trliliun lebih. “Seharusnya Mentan memang dicopot. Masalahnya ini teman karibnya presiden, jadi terlihat gak profesional sekali, ia tidak ditegur sementara menteri yang lain ditegur. Padahal kerjanya gak becus, jelek. Nilainya di bawah 5 lah, gak wajar jadi menteri itu,” cetus Uchok geram. Secara umum, ia melihat tak ada program di Kementan yang berjalan dengan baik sesuai tujuan. Ia malah mengingatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang sempat menyatakan dalam auditnya, Kementan perlu mengklarifikasi masalah di pengadaan benih, lahan, dan pestisida. “Harusnya hal ini ditanggapi. BPK harus bawa ke ranah hukum kalau tak ditanggapi,” serunya. Terkait dengan program cetak sawah, Uchok melihat hal ini tidak juga terealisasi sesuai dengan target dan tujuan. Pasalnya pengelolaan program ini di kementan tak berjalan sebagaimana mestinya, begitu juga dengan koordinasi yang kurang. Menurut Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, kegaduhan soal data produksi beras yang ternyata berbeda dari kata-kata Mentan Amran Sulaiman, yang mengatakan surplus, merupakan kesalahan fatal. Ia melihat kesalahan ini sulit dimaafkan sehingga perlu dilakukan evaluasi total terhadap kinerja sang menteri. "Dari situ saya rasa perlu evaluasi total. Evaluasi total itu ya perombakan kabinet, " katanya secara terpisah. Data produksi yang membuat pemerintah terlena dikatakannya menjadi puncak kesalahan mentan. Pasalnya selama ini, sebagai menteri, Amran pun tak mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Terbukti dari nilai tukar petani yang cenderung stagnan beberapa tahun terakhir. Sementara itu Anggota DPR asal Partai Gerindra Bambang Haryo sebelumnya juga menilai, pemerintah tidak konsisten dalam mewujudkan swasembada pangan sebagaimana yang menjadi program Nawacita Presiden Jokowi. Memasuki tahun ke 4 pemerintahan Jokowi-JK, target swasembada pangan belum juga terwujud, jika tak bisa dibilang masih sebatas wacana. Beberapa kali, importasi terpaksa masih jadi pilihan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. Ada beberapa faktor yang membuat Indonesia belum juga mencapai swasembada. Salah satunya tidak adanya koordinasi antara Kementrian Pertanian dengan kementrian teknis lainnya. “Kordinasi kebutuhan pangan Kementan dengan kementrian lain berantakan,” serunya. (adji/sir)

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT