ADVERTISEMENT

Parah! Naik KRL di Jam Sibuk Kayak Ikan Pepes

Senin, 4 Desember 2017 10:00 WIB

Share
Parah! Naik KRL di Jam Sibuk Kayak Ikan Pepes

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ANDA pernah naik Kereta Commuterline Indonesia (KCI)  di Jabodetabek? Tentu beragam alasan dan respon Anda terhadap pelayanan angkutan massal ini. Terus terang angkutan kereta menjadi tumpuan dan harapan oleh penglaju (commuter) yang tinggal di pinggir Kota Jakarta. Selain angkutan ini murah meriah, juga dianggap angkutan pembelah kemacetan ibukota, terutama pada jam-jam sibuk. Karena itu, KRL akan terus diburu dan dinanti oleh jutaan pekerja. Cuma, pelayanan dan sarana angkutan ini seakan tak seimbang dengan harapan pengguna. Tak heran, pemandangan penumpang yang berdesak-desakan seperti ikan pepes dalam rangkaian kereta, hampir setiap hari terjadi. Tidak ada jarak sejengkal pun untuk `bernapas`. Sungguh padat luar biasa, meski pun rangkaian kereta (gerbong) sebanyak 10 atau 12 rangkaian (gerbong), namun tidak bisa menampung lonjakan penumpang dari stasiun ke stasiun. Sudah akrab terdengar, terutama pada jam-jam padat, ucapan dari penumpang KRL, "Jangan dorong dong! Kasihan nih ada yang terjepit"  `Woii, jangan dipaksain dong!, udah penuh nih." atau  dengan kata-kata,  `Ada yang gak hamil?` Saat mengikuti gerak KRL Commuterline dari Stasiun Bekasi - Jakarta Kota, pukul 06:02 Wib, di Stasiun Bekasi saja penumpang sudah penuh di setiap gerbong. Tidak ada bangku kosong, sungguh penuh dan bergelantungan di dalam rangkaian kereta. Kok bisa? Tidak menutup kemungkinan penumpang dari Stasiun Kranji atau Cakung, sudah naik duluan untuk memburu tempat duduk. Dengan demikian, penumpang yang naik dari Stasiun Bekasi, otomatis tidak kebagian tempat duduk lagi. Mau tidak mau harus berdiri. Dan diperparah lagi, kalau menungggu kereta dari Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Kereta berangkat, kondisi rangkaian kereta sudah padat. Begitu sampai di Stasiun Kranji, ditambah lagi dengan penumpang yang sudah anntre di peron. Naik dengan cara mendorong penumpang yang sudah berdiri di depan pintu. Praktis dorongan akan mengena terhadap penumpang yang sudah berdiri di bagian dalam kereta. Padahal KRL hanya berhenti beberapa menit, tapi penumpang (baik laki, perempuan, muda dan lansia, hamil). Hal serupa juga terjadi  dari stasiun ke stasiun, yakni penumpang `memaksa naik`. Alasannya, yaitu sama-sama mengejar waktu. Kalangan masinis, tidak bosan-bosannya mengimbau penumpang melalui pengeras suara, `Jangan memaksakan diri, kereta tidak akan diberangkatkan kalau pintu tidak bisa ditutup sempurna`. Tapi apa daya, imbauan ini kalah dengan kepentingan waktu oleh penumpang. Tak pelak lagi, saling dorong-dorongan dan sering juga berakibat ribut mulut antar sesama penumpang. Coba bayangkan, kalau Anda sakit pinggang, maka dorongan sesama penumpang akan memperparah Anda sendiri. Kementerian Perhubungan C/q Ditjen Perkeretaapian hendaknya merespon berbagai keluhan penumpang, terutama pada jam-jam sibuk di pagi dan sore hari. Setidaknya di jalur padat penumpang, rangkaian KRL minimal 12 kereta (gerbong). Jangan mengoperasikan apabila hanya 8 rangkaian. Karena akan menyiksa penumpang yang tentu berjubel. Ketepatan waktu juga harus dipertahankan dan ditingkatkan ke depan. Antisipasi antre jalur sehingga KRL tidak `tertahan` untuk beberapa saat. KRL sekarang makin dibutuhkan warga. Buktinya, kendaraan parkir menumpuk di sekitar stasiun-stasiun. Ini berarti pihak  PT KCI sudah turut serta mengurangi kepadatan kendaraan bermotor di jalanan. Meski pun tarif KRL ini relatif murah sekitar Rp3 ribu dan Rp5 ribu hingga Stasiun Cikarang, Kabupaten Bekasi, akan tetapi jangan dipungkiri, bahwa penumpang KRL sudah punya `tabungan` minimal Rp11 ribu setiap orang, terutama menggunakan Kartu Multi Trip (KMT), sedangkan pengguna Kartu Harian Berjamin (KHB) tentu harus memberi uang jaminan terlebih dahulu baru boleh naik kereta. Kepercayaan masyarakat pengguna kereta ini harus mendapat apresiasi pemerintah. Intinya adalah, pemerintah harus segera mengambil solusi dalam jangka cepat. Misal menambah rangkaian pada jam-jam sibuk guna menciptakan suasana nyaman, aman dalam berkeretaapi di negara Indonesia yang sudah merdeka 72 tahun. Perlu juga pihak Perkeretaapian memasang alarm di kereta. Jika sudah melebihi kapasitas, maka alarm itu berbunyi atau `menjerit` secara otomatis, seperti lift di gedung bertingkat. Perlu diingat, jika penumpang KRL sudah menguras energi saat berangkat dan pulang kerja, maka produktifitas kerjanya lama kelamaan akan menurun, karena tenaganya sudah habis di perjalanan. Masyarakat yang menjadi pengguna jasa angkutan massal ini mendesak pemerintah merespon keluhan wong cilik. Jangan hanya tahunya membangun pencitraan semata. Insya Allah. (syamsir)

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT