ADVERTISEMENT

Perda Bahasa Daerah

Senin, 4 November 2013 10:51 WIB

Share
Perda Bahasa Daerah

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADA yang menarik dari Kongres Bahasa Indonesia X, 28-31 Oktober lalu. Meski mengambil tema tentang perlunya penguatan bahasa Indonesia di dunia internasional, kongres menelorkan rekomendasi tentang perlunya pelindungan bahasa-bahasa daerah. Pada rekomendasi ke -17, misalnya, disebutkan perlunya pelindungan bahasa-bahasa daerah dari ancaman kepunahan dengan payungi hukum di tingkat pemerintah daerah secara menyeluruh. Sedangkan rekomendasi ke-18, menyebutkan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa perlu meningkatkan perencanaan dan penetapan korpus bahasa daerah untuk kepentingan pemerkayaan dan peningkatan daya ungkap bahasa Indonesia sebagai bahasa penjaga kemajemukan Indonesia dan pilar penting NKRI. Untuk itu, rekomendasi ke-19 menyebutkan, pemerintah perlu memperkuat peran bahasa daerah pada jalur pendidikan formal melalui penyediaan kurikulum yang berorientasi pada kondisi dan kebutuhan faktual daerah dan pada jalur pendidikan nonformal atau informal melalui pembelajaran bahasa berbasis komunitas. Rekomendasi itu mengingatkan kita tentang bagaimana para pendahulu kita dulu pada tahun 1928 mengucapkan Sumpah Pemuda, yang salah satunya menyebutkan: Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Frasa “menjunjung bahasa persatuan” itu memberikan makna bahwa dengan dijadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bukan berarti kita menghilangkan bahasa-bahasa daerah. Karena apa? Karena, bahasa-bahasa daerah merupakan identitas budaya Nusantara. Dengan ciri khas kelokalan di antaranya melalui bahasa maka di situlah letak kebhinekatunggalikaan kita. Sebagaimana tercatat pada Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Indonesia kini memiliki lebih dari 746 bahasa daerah. Dari jumlah itu, sesuai hasil penelitian, 139 bahasa terancam punah dan 15 bahasa benar-benar telah mati. Bahasa yang terancam punah terdapat di Kalimantan (1 bahasa), Maluku (22 bahasa), Papua Barat dan Kepulauan Halmahera (67 bahasa), Sulawesi (36 bahasa), Sumatera (2 bahasa), serta Flores dan Bima-Sumbawa (11 bahasa). Sedangkan bahasa yang telah punah berada di Maluku (11 bahasa), Papua Barat dan Kepulauan Halmahera, Sulawesi, serta Sumatera (masing-masing 1 bahasa). Hilangnya daya hidup bahasa daerah pada umumnya disebabkan oleh pindahnya orang desa ke kota untuk mencari penghidupan yang dianggap lebih layak; selain terjadi perkawinan antaretnis yang banyak terjadi di Indonesia. Masyarakat perkotaan yang umumnya merupakan masyarakat multietnis memaksa seseorang harus meninggalkan bahasa etnisnya dan menuju bahasa nasional. Terhadap kondisi itu, akankah kita diam dan pasrah? Bagaimana kebijakan pemerintah untuk melindungi bahasa dan sastra daerah itu? Jauh-jauh hari, pada rapat pertama Kongres Pemuda Kedua tanggal 27 Oktober 1928, Moehammad Yamin sudah mengingatkan bahwa untuk memperkuat identitas kebangsaan kita ada lima faktor yang harus diperhatikan, yakni sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan. Maka, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak memperhatikan rekomendasi Kongres Bahasa Indonesia X tesebut., terutama rekomendasi ke-17, yakni perlunya payung hukum dalam hal pelindungan bahasa-bahasa daerah. Kalau kita tilik Pasal 41 dan Pasal 42 UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, penanganan bahasa dan sastra daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Melalui perda, bahasa daerah perlu diperkuat di jalur pendidikan formal dengan kurikulum yang berorientasi pada kondisi dan kebutuhan faktual daerah setempat, selain jalur pendidikan nonformal melalui pembelajaran bahasa berbasis komunitas. Kalau ada pemerintah daerah belum membuat payung hukum berupa perda, saatnya para budayawan setempat melakukan desakan agar segera dibuatkan. Ini kalau kita tidak mau kehilangan bahasa daerah sebagai bagian dari identitas kebangsaan kita.*

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT