ADVERTISEMENT

Pajak Makanan Wong Cilik

Senin, 7 Oktober 2013 11:15 WIB

Share
Pajak Makanan Wong Cilik

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

KONSUMEN aneka jenis makanan di warteg atau warung nasi lainnya dijamin Gubernur Joko Widodo tidak kena pajak.  Kebijakan itu demi  mempertahankan kesediaan pangan siap santap harga murah bagi warga Jakarta. Penegasan Jokowi sapaan akrab Joko Widodo disampaikan usai menyempatkan diri bersama mantan Presiden Megawati Soekarnoputri makan siang menjelang akhir pekan lalu di Warung Tegal (Warteg) 21 Ma’Djen, Jl. Tanah Mas Raya,  Jakarta Timur. Warteg ditegaskan sebagai logistiknya rakyat. Warung nasi sekelas warteg menyebar di sekitar permukiman, perkantoran pasar, hingga kawasan industri kota kita. Jenis makanan yang dijual hampir sama dengan sajian pada meja makan keluarga di dalam rumah. Konsumen pada umumnya hanya bertujuan memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok yakni makan.  Beda bila dibandingkan dengan tamu restoran, selain menyantap makan istimewa  juga menikmati pelayanan pendukung berupa musik, udara sejuk AC dan alainnya. Sejak awal rencana awal pemprov memajak warung nasi, tahun 2011, kita menyatakan bahwa kebijakan tersebut keliru. Menyetarakan warung nasi setingkat restoran adalah sikap birokrat yang berlebihan. Mirip kaki-tangan penguasa masa kolonial. Omset warung nasi sehari minimal Rp550 ribu atau setahun sekitar Rp200 juta, tidak layak dikategorikan usaha  yang mendatangkan untung berlimpah. Pendapatan yang diperolah pemiliknya, paling-paling hanya cukup untuk bertahan hidup bersama keluarga. Pengenaan Pajak Penambahan Nilai (PPN) 10 persen justru berisiko kembangkrutan usaha yang bersangkutan. Kehidupan wong cilik yang sehari-hari mengandalkan warung nasi untuk mengisi perut  juga akan semakin sempoyongan. Menurut hemat kita, justru kebutuhan makan buruh, kuli, pengojek sepeda motor, awak angkutan umum, pegawai rendahan perlu disubsidi. Caranya, pemerintah agar menurunkan harga bahan pangan yang diolah pemilik warung  tempat sandaran makan wong cilik. Aturan memajak konsumen bertolak-belakang dengan kebijakan pro-rakyat. Pelayanan kesehatan gratis, pendidikan gratis hingga  rumah susun murah menjadi rancu. Bagaimana rakyat bisa sejahtera, bila makan saja  dibebani pungutan oleh negara? Kita tidak anti-pajak. Hanya saja, harus jelas batasanannya. Ke depan, Jokowi lebih baik membuang ke laut semua berkas usulan aparatnya itu! ***

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT