ADVERTISEMENT

Akil Dampak Politik Dagang Sapi

Jumat, 4 Oktober 2013 09:43 WIB

Share
Akil Dampak Politik Dagang Sapi

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

HUKUMAN mati layak bagi Akil Mochtar, Ketua Mahkamah Konstitusi.  Pucuk pimpinan lembaga penegak hukum bergengsi produk reformasi itu ketangkap tangan saat cincai-cincai  uang Rp3 miliar. Aspirasi hukuman mati dikobarkan Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), dan mendapat sambutan positif  banyak kalangan. Semangat yang melatar-belakangi,  100 persen demi  amanat sila kelima Pancasila yaitu keadilan sosial. Perbuatan Akil Mochtar diibaratkan tsunami peradilan. Kepentingan umum dirugikan. Maklum, semua perundang-undangan di negeri ini bisa dimandulkan MK. Lembaga paling sakti ini dipimpin orang bermental korup. Celaka! Kita sependapat dengan Jimly sekaligus menghendaki agar ada keseriusan negara menangani koruptor. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) butuh penguatan agar kerja kerasnya berefek dahsyat. Titik lemah pemberantasan korupsi dewasa ini,  kita cermati berada di meja hijau dan ruang berjeruji besi.  Cara mengukurnya mudah. Lihat saja, pencuri ayam dibui sama dengan perampok miliaran uang negara. Petugas penjara memperlakukan koruptor bak dewa pembawa rejeki. Segala sesuatau dengan gampang diatur. Ruangan tempat  mendekam didesain  menyerupai hotel berbintang. Mau nonton turnamen tenis sambil jalan-jalan ke Bali, bisa disiasati. Menurut hemat kita, kasus Akil Mochtar harus dijadikan tonggak  baru. Sumber permasalahan  utama dipicu pembagian kekuasaan eksekutif kepada legislatif. Produk undang-undang berisi pelimpahan kekuasaan Presiden RI ke DPR agar segera dicabut. Negara sistem presidensial menjadi kacau. Mengangkat duta besar, Kapolri, Panglima TNI dan pejabat tinggi lainnya kena sandera politisi di Senayan . Pemerintahan macam ini? Politik dagang sapi  menyeruak di gedung DPR. Anggota dewan mata  duitan mencari peluang mengeruk uang dari orang-orang yang berkepentingan agar dapat restu menduduki  kursi jabatan. Transaksi tanpa ragu-ragu memilih di tempat buang hajat alias kamar kecil. Saatnya, undang-undang yang mengatur pelimpahan kekuasaan eksekutif ke legislatif  yang tak proporsional itu segera dicabut.  Pengadilan tindak pidana korupsi juga harus mendapat kawalan publik setingkat kepedulian kita kepada KPK, sehingga  keputusannya mencerminkan rasa keadilan sosial. Tak kalah penting, menjadikan Pulau Nusakambangan sebagai tempat khusus untuk memenjarakan perampok uang negara. Bila perlu pemerintah segera membangun kamar berjeruji besi di dalam areal kebun binatang untuk ditempati koruptor. ***

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT