ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
HUKUMAN mati layak bagi Akil Mochtar, Ketua Mahkamah Konstitusi. Pucuk pimpinan lembaga penegak hukum bergengsi produk reformasi itu ketangkap tangan saat cincai-cincai uang Rp3 miliar. Aspirasi hukuman mati dikobarkan Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), dan mendapat sambutan positif banyak kalangan. Semangat yang melatar-belakangi, 100 persen demi amanat sila kelima Pancasila yaitu keadilan sosial. Perbuatan Akil Mochtar diibaratkan tsunami peradilan. Kepentingan umum dirugikan. Maklum, semua perundang-undangan di negeri ini bisa dimandulkan MK. Lembaga paling sakti ini dipimpin orang bermental korup. Celaka! Kita sependapat dengan Jimly sekaligus menghendaki agar ada keseriusan negara menangani koruptor. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) butuh penguatan agar kerja kerasnya berefek dahsyat. Titik lemah pemberantasan korupsi dewasa ini, kita cermati berada di meja hijau dan ruang berjeruji besi. Cara mengukurnya mudah. Lihat saja, pencuri ayam dibui sama dengan perampok miliaran uang negara. Petugas penjara memperlakukan koruptor bak dewa pembawa rejeki. Segala sesuatau dengan gampang diatur. Ruangan tempat mendekam didesain menyerupai hotel berbintang. Mau nonton turnamen tenis sambil jalan-jalan ke Bali, bisa disiasati. Menurut hemat kita, kasus Akil Mochtar harus dijadikan tonggak baru. Sumber permasalahan utama dipicu pembagian kekuasaan eksekutif kepada legislatif. Produk undang-undang berisi pelimpahan kekuasaan Presiden RI ke DPR agar segera dicabut. Negara sistem presidensial menjadi kacau. Mengangkat duta besar, Kapolri, Panglima TNI dan pejabat tinggi lainnya kena sandera politisi di Senayan . Pemerintahan macam ini? Politik dagang sapi menyeruak di gedung DPR. Anggota dewan mata duitan mencari peluang mengeruk uang dari orang-orang yang berkepentingan agar dapat restu menduduki kursi jabatan. Transaksi tanpa ragu-ragu memilih di tempat buang hajat alias kamar kecil. Saatnya, undang-undang yang mengatur pelimpahan kekuasaan eksekutif ke legislatif yang tak proporsional itu segera dicabut. Pengadilan tindak pidana korupsi juga harus mendapat kawalan publik setingkat kepedulian kita kepada KPK, sehingga keputusannya mencerminkan rasa keadilan sosial. Tak kalah penting, menjadikan Pulau Nusakambangan sebagai tempat khusus untuk memenjarakan perampok uang negara. Bila perlu pemerintah segera membangun kamar berjeruji besi di dalam areal kebun binatang untuk ditempati koruptor. ***
ADVERTISEMENT
Berita Terkait
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Berita Terkini
ADVERTISEMENT
0 Komentar
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT