ADVERTISEMENT

Nasib TKI Kita di Luar Negeri

Selasa, 17 September 2013 09:24 WIB

Share
Nasib TKI Kita di Luar Negeri

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

NASIB Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terancam hukuman mati menjadi satu topik dalam rapat konsultasi pimpinan DPR dengan Presiden SBY di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (16/9). Bahasan menjadi menarik karena terdapat ratusan TKI yang sekarang terancam hukuman mati. Data Kementerian Luar Negeri menyebutkan 185 WNI terancam hukuman mati di Malaysia, sedangkan di Arab Saudi ada 36 orang. Lantas bagaimana upaya pemerintah menangani TKI yang sedang terkena hukum di negeri orang ? Pertanyaan ini patut menjadi renungan bersama karena banyak pendapat mengatakan, pemerintah lemah dalam memberikan perlindungan. Mereka, para TKI, sering digadang – gadang sebagai penyumbang devisa negara, sedikitnya Rp21 triliun per tahun. Sayangnya, begitu tersangkut masalah hukum, penanganan kurang sigap. Beragam alasan disampaikan, di antaranya karena TKI yang bersangkutan masuk secara ilegal. Kalaupun penanganan dilakukan, terbilang lamban sehingga keburu eksekusi dilakukan. Tidak jarang pula aparat kita di luar negeri sering bersengketa untuk hal yang tidak prinsipil, di saat nasib TKI berada di ujung maut. Di sinilah terlihat lemahnya koordinasi dan kesepahaman antarinstansi yang ikut bertanggungjawab melindungi TKI. Boleh jadi karena pemerintah belum memiliki strategi jitu jangka panjang untuk menekan jumlah TKI yang terancam hukuman mati. Tidak dipungkiri berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan TKI dari ancaman hukuman mati. Bisa melalui diplomasi dan advokasi, hanya saja, penanganan yang terlambat sering menjadi penghambat. Dalam kondisi nasib TKI sedang di ujung maut, diplomasi harus lebih intensif. Diplomasi tingkat tinggi oleh pemegang otoritas ketenagakerjaan di dalam negeri dengan negara tempat TKI bekerja perlu lebih ditingkatkan. Jika diperlukan seperti negara lain, Filipina misalnya , petinggi pemerintahan pun ikut turun tangan membantu rakyatnya, mengeluarkan dari jerat hukuman mati. Intinya perlindungan TKI menjadi prioritasang agar TKI di luar negeri mendapat apresiasi, bukan sebaliknya berupa cibiran dan cemoohan. Apresiasi didapat, jika kualitas TKI meningkat, mampu disejajarkan harkat dan martabatnya dengan tenaga kerja dari negara lain. Sementara kualitas harus dibentuk sejak rekrutmen hingga memasuki dunia kerja. Pembekalan ketrampilan  tidak sekadar memenuhi persyaratan pengiriman TKI ke luar negeri. Pengalaman menunjukkan tak jarang ketrampilan yang diberikan tak sesuai dengan harapan, terutama terkait dengan sistem hukum negara tujuan. Ini penting mengingat yang  terjerat masalah hukum, umumnya TKI yang berpendidikan rendah, kurang memahami persoalan hukum, adat dan buadaya negara setempat. Karena itu, pendekatan budaya dan agama menjadi efekif menekan jumlah TKI dari vonis hukumn mati.Ini harus dipelopori oleh petinggi kedua negara  ( pengirim TKI dan penerima TKI). Jika tidak, nasib TKI kita akan selamnya dihantui persoalan hukum. (*)

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT