POSKOTA.CO.ID - Industri pinjaman berbasis teknologi atau peer-to-peer (P2P) lending yang lebih dikenal dengan pinjaman daring (pindar) di Indonesia telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Dengan kemudahan akses melalui aplikasi digital, P2P lending menjadi solusi bagi banyak masyarakat yang membutuhkan dana cepat, terutama bagi mereka yang tidak terjangkau oleh layanan perbankan konvensional.
Namun, pertumbuhan ini juga membawa tantangan, seperti risiko peminjam mengambil pinjaman berlebihan dari berbagai platform.
Untuk mengatasi hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan regulasi yang membatasi calon peminjam hanya boleparation meminjam di maksimal tiga aplikasi P2P lending.
Baca Juga: Gagal Bayar Pinjol Sebesar Puluhan Juta Bisa Dipenjara? Jangan Panik, Begini Kata Pengamat
Mencegah Overborrowing dan Melindungi Konsumen
Salah satu alasan utama di balik kebijakan ini adalah untuk mencegah praktik overborrowing, yaitu kondisi di mana peminjam mengambil pinjaman dari banyak platform tanpa mempertimbangkan kemampuan membayar.
Tanpa batasan, seseorang dapat dengan mudah mengajukan pinjaman dari puluhan aplikasi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan utang menumpuk dan gagal bayar.
Hal ini tidak hanya merugikan peminjam, tetapi juga meningkatkan risiko kerugian bagi pemberi pinjaman dan platform P2P lending itu sendiri.
Dengan membatasi jumlah aplikasi menjadi tiga, OJK memastikan bahwa peminjam memiliki kewajiban yang lebih terkontrol.

Mengurangi Tingkat Gagal Bayar di Industri
Tingkat gagal bayar, atau yang dikenal sebagai TWP90 (Tingkat Wanprestasi 90 hari), menjadi perhatian serius dalam industri P2P lending.