Kopi Pagi: Pilih Pujian Atau Kritikan (Sumber: Poskota)

Kopi Pagi

Kopi Pagi: Pilih Pujian Atau Kritikan

Senin 28 Apr 2025, 08:01 WIB

“Pujian itu manis, kritikan itu pahit, tetapi sebagai penguat jiwa, memotivasi diri untuk meningkatkan prestasi lebih baik lagi. Dengan kritikan dapat melengkapi kekurangan, dengan kritikan pula dapat memperbaiki kekeliruan..”

-Harmoko-

Tema tersebut saya angkat sebagai pengingat agar kita tidak berlebihan menerima sanjungan dan pujian atas sebuah prestasi yang dimiliki. Tidak membuat lupa diri atas sebuah prestasi. Tidak terjerumus sanjungan yang bisa memabukkan.

Bangga atas sebuah prestasi wajib adanya sebagai bentuk rasa syukur bahwa apa yang dikerjakan dapat berjalan dan membuahkan manfaat bagi masyarakat.

Hasilnya telah dirasakan masyarakat. Hanya saja, dengan prestasi yang dimiliki tidak lantas menjadi cepat berpuas diri, lebih – lebih tinggi hati.

Sebagai pejabat publik, elite politik, hendaknya dengan prestasi yang dimiliki kian membuat rendah hati,bukan tinggi hati.

Lagi pula, mengukir prestasi bagi pejabat publik adalah kewajiban, sebagai bentuk telah menjalankan amanat rakyat. Tanpa prestasi, tak ubahnya belum merealisasikan apa yang telah dijanjikan kepada rakyat.

Lantas siapa yang mengukur prestasi?Jawabnya rakyat juga karena rakyatlah yang merasakan manfaat langsung dari sebuah kebijakan yang digulirkan.

Persepsi masyarakat dapat diukur, setidaknya diindikasikan, di antaranya melalui survei tentang tingkat kepuasan publik atas kinerja sebuah institusi pemerintahan.

Tingginya tingkat kepuasan publik atas kinerja pemerintahan ini menunjukkan bahwa program yang dijalankan telah memberi manfaat bagi masyarakat.

Kebijakan yang digulirkan direspons positif oleh masyarakat karena dinilai pro rakyat, menguntungkan dan memihak rakyat.

Kepercayaan publik inilah yang perlu terus dijaga dan dipelihara dengan senantiasa tiada henti mengukir prestasi. Jalan masih panjang, tujuan akhir masih di ujung jalan yang penuh liku, terjal dan beragam tantangan.

Masih perlu energi lebih besar dan kuat lagi untuk bisa mencapai garis finish, karena tadi, beragam tantangan yang kian menghadang, bukan saja dari dalam negeri, juga situasi global yang terjadi belakangan ini. Tak hanya soal ekonomi, lingkungan, juga geopolitik yang dikatakan tidak baik-baik saja.

Tingkat kepuasan dan kepercayaan publik menjadi tambahan energi untuk melangkah lebih lagi, bukan menjadikan lupa diri, lebih – lebih tinggi hati dalam menyikapi prestasi.

Karenanya orang bijak mengingatkan agar jangan terlena karena pujian, jangan pula berpuas diri karena sanjungan. Boleh jadi pujian dan sanjungan sebatas untuk menyenangkan hati sahabatnya, rekannya atau mitra kerja.

Bisa juga pujian dan sanjungan diberikan kepada pemimpinnya agar hatinya senang. Satu di antaranya melalui laporan yang direkayasa, yakni memberikan laporan yang menyenangkan bahwa semua program berjalan baik, padahal fakta di lapangan tidaklah demikian.

Melaporkan bahwa kebijakan yang digulirkan pimpinan sangat diapresiasi masyarakat, padahal di sana – sini masih banyak kritikan dan keluhan.

Melaporkan yang baiknya saja, sementara yang buruknya ditutupi. Inilah yang sering disebut dengan istilah Asal bapak Senang (ABS).

Sistem pelaporan demikian bagaikan etalase. Indah dan menarik di permukaan, tetapi tidak di dalamnya.

Kita tahu, apa pun bentuknya rekayasa tak sesuai fakta dan realita, jelas melanggar etika dan norma. Yang demikian tidaklah sehat, bahkan membahayakan karena dapat merapuhkan pondasi kepemimpinan akibat merosotnya kepercayaan masyarakat, begitu yang buruk mulai tersingkap.

Itulah sebabnya agar kita tidak langsung terheran-heran dengan laporang yang menyenangkan, pujian yang berlebihan. Dalam filosofi Jawa disebutkan “Aja gumunan- jangan terheran-heran,  aja aleman” -  jangan pula kolokan dalam menyikapi situasi.

Sementara kritikan yang datang acap diabaikan. Padahal kritikan itu penguat jiwa, memotivasi diri untuk meningkatkan prestasi lebih baik lagi.

Dengan kritikan dapat melengkapi kekurangan, dengan kritikan pula dapat memperbaiki kekeliruan, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Kritikan itu bagaikan ‘obat kuat’ agar gerak langkah ke depan lebih kencang dalam menghadapi berbagai tantangan.

Patut diingat, sukses yang diraih sekarang baru awal. Ibarat orang berjalan baru beberapa langkah ke depan menuju ke sebuah ujung jalan yang masih panjang.

Terhenti di tengah jalan karena telah berpuas diri, sejatinya sebuah kemunduran. Ingat! Selama kita terhenti, orang lain terus berkarya, berkreasi dan berinovasi.

Dengan berhenti melangkah, berarti kita menjauh dari kesuksesan yang sesungguhnya.  Pertanyaannya kemudian, pilih pujian atau kritikan? (Azisoko)

Tags:
elite politikpejabat publikprestasikritikanpujian

Tim Poskota

Reporter

Ade Mamad

Editor