JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno menyebutkan, pengelolaan parkir belum dimanfaatkan sebagai instrumen untuk mengendalikan kemacetan dan penggunaan kendaraan pribadi berlebihan.
"Mengoptimalkan pendapatan dari retribusi sebagai sumber pembiayaan transportasi umum murah yang dapat menekan kemacetan melalui peralihan moda transportasi dari kendaraan pribadi ke angkutan umum," kata Djoko kepada Poskota, Sabtu, 26 April 2025.
Djoko pun menyarankan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta menerapkan sistem parkir berlangganan dan zonasi tarif.
Menurutnya, tarif parkir mendekati pusat kota ditetapkan lebih mahal guna mendorong masyarakat menaiki angkutan umum. Selain itu, tarif parkir di Jakarta bisa memberikan gaji tetap untuk juru parkir pungutan liar (pungli) berakhir.
Baca Juga: Dishub Jakarta Ajukan Anggaran Penambahan TPE, ICW: Evaluasi Sistem Parkir Dulu
Pendapatan retribusi parkir Jakarta mengalami fluktuasi selama 10 tahun terakhir dengan puncak pada 2017 sebesar Rp107,898 miliar. Namun, pengelolaan resmi hanya mencakup sekitar 11 persen lokasi parkir (off street parking), seperti gedung parkir dan pelataran khusus.
Bersumber dari Unit Pengelola Perpakiran Dinas Perhubungan Jakarta, pendapatan mengalami masa pasang surut. Selama sepuluh tahun terakhir, tertinggi pada 2017 sebesar Rp107, 898 miliar. Pada 2014 sebesar Rp26,781 miliar, 2015 sebesar Rp39,22 milia, dan 2016 sebesar Rp52,387 miliar.
Kemudian pada tahun 2017 sebesar Rp107,898 miliar, 2018 sebesar Rp104, 557, 2019 sebesar Rp83, 615 miliar, 2020 sebesar Rp49,963 miliar, 2021 sebesar Rp42, 431 miliar, 2022 sebesar Rp51,343 miliar, 2023 sebesar Rp57,449 miliar, 2024 sebesar Rp57, 220 miliar, dan hingga Maret 2025 sebesar Rp13,738 miliar.
Djoko mengungkapkan, praktik kompensasi politik membuat pengelolaan parkir stagnan tanpa perbaikan signifikan. Ia menuturkan, parkir harus dipandang dalam tiga dimensi, yaitu manajemen lalu lintas, sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta layanan publik.
Baca Juga: Soal Permintaan Penambahan Mesin Parkir, Pemprov Jakarta Minta Dishub Perhatikan Pemeliharaan
"Pendapatan retribusi harus masuk kas daerah untuk operasional juru parkir sekaligus pembiayaan angkutan umum," ucap dia.
Retribusi parkir liar pun justru sering masuk ke kantong pribadi atau dikuasai organisasi masyarakat (ormas) dengan kemungkinan kompensasi politik kepada pejabat daerah.
"Sejumlah titik parkir dikuasai ormas, bisa jadi pada masa tertentu ada perjanjian tidak tertulis dengan kepala daerah sebagai pendukung kemenangan hingga terpilih," ujar Djoko
Di samping itu, kebutuhan layanan perparkiran yang tinggi di Jakarta belum dibarengi penyediaan fasilitas parkir. Djoko menuturkan, hal tersebut disebabkan pembatasan atau pengurangan jumlah ruang parkir secara bertahap, keterbatasan lahan, keterbatasan anggaran pembangunan fasilitas parkir, serta dampak revitalisasi trotoar.
"Penindakan berupa derek kendaraan dan cabut pentil sudah dilakukan tapi belum memberikan efek jera karena masih banyak pelanggaran terutama saat petugas tidak mengawasi," ujarnya.