Drama Hukum Zaenal Mustofa: Dari Penggugat Ijazah Jokowi Menjadi Tersangka Pemalsuan Akademik (Sumber: Instagram/Jokowi)

Nasional

Profil Zaenal Mustofa, Penggugat Ijazah Jokowi yang Kini Dijerat Kasus Pemalsuan Dokumen

Jumat 25 Apr 2025, 13:48 WIB

POSKOTA.CO.ID - Kontroversi hukum di Indonesia kembali mencuri perhatian publik dengan kasus yang berbalik arah. Dimulai dari gugatan terhadap keabsahan ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, kini sorotan justru mengarah pada salah satu penggugat utamanya Zaenal Mustofa.

Pengacara yang tergabung dalam tim hukum yang menamakan diri TIPU UGM itu kini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen akademik.

Peristiwa ini menimbulkan ironi tajam, memperlihatkan bagaimana upaya menyingkap legalitas akademik tokoh publik justru membuka potensi pelanggaran serupa oleh pihak penggugat sendiri.

Baca Juga: Korsleting Listrik, 2 Rumah dan 1 Gudang di Tanah Sereal Bogor Ludes Terbakar

1. Gugatan Ijazah Jokowi: Sorotan Awal yang Menarik Perhatian Publik

Gugatan hukum terhadap keabsahan ijazah Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia sempat mencuri perhatian masyarakat luas. Diajukan oleh tim hukum yang menamakan diri TIPU UGM, gugatan ini menuding adanya ketidaksesuaian data akademik yang diduga mengindikasikan adanya pemalsuan ijazah oleh Jokowi.

Proses persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Surakarta tersebut disorot media dan menjadi perbincangan di berbagai platform digital. Namun, tak lama setelah proses hukum berjalan, perhatian publik beralih pada kredibilitas para penggugat, khususnya Zaenal Mustofa.

2. Zaenal Mustofa Ditetapkan Sebagai Tersangka Pemalsuan Dokumen

Pada 18 April 2025, Kepolisian Resor Sukoharjo secara resmi menetapkan Zaenal Mustofa sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen akademik. Penetapan ini merupakan tindak lanjut dari laporan yang dilayangkan oleh Asri Purwanti, seorang rekan sesama pengacara, pada 16 Oktober 2023.

Kapolres Sukoharjo, AKBP Anggaito Hadi Prabowo, menjelaskan bahwa Zaenal diduga membuat surat seolah-olah ia adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), padahal data akademik menunjukkan sebaliknya.

3. Identitas Anton Widjanarko Jadi Kunci Pengungkapan

Zaenal Mustofa diduga kuat menggunakan Nomor Induk Mahasiswa (NIM) dan transkrip milik Anton Widjanarko, seorang mahasiswa UMS, untuk mendaftar kuliah di Universitas Surakarta (Unsa). NIM C100010099 yang seharusnya milik Anton, tercatat digunakan oleh Zaenal dalam proses akademiknya.

Fakta ini terungkap setelah pelapor menelusuri data Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) dan Biro Administrasi Akademik UMS. Kedua lembaga tersebut tidak menemukan nama Zaenal sebagai pemilik sah NIM tersebut, memperkuat dugaan pemalsuan.

4. Polisi Amankan Bukti Fisik dan Digital

Penyidik Polres Sukoharjo telah menyita sejumlah bukti penting, seperti:

Dokumen-dokumen ini kini menjadi dasar penyidikan lebih lanjut, yang juga melibatkan keterangan ahli pendidikan tinggi untuk menguji keabsahannya. Selain itu, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) telah dikirimkan ke Kejaksaan Negeri Sukoharjo sebagai bagian dari proses hukum formal.

5. Mundur dari Tim TIPU UGM Demi Fokus Bela Diri

Setelah status tersangkanya diumumkan, Zaenal Mustofa memilih mundur dari tim hukum TIPU UGM yang tengah menggugat ijazah Jokowi. Dalam keterangannya di sidang perdana gugatan tersebut, Zaenal menyatakan bahwa keputusannya untuk mundur dilakukan demi menghindari konflik kepentingan dan menjaga fokus pada proses hukum pribadinya.

6. Gugatan Ijazah Jokowi Tetap Dilanjutkan Tanpa Zaenal

Kendati Zaenal telah mundur, gugatan hukum terhadap Jokowi tetap berjalan. Perkara bernomor 99/Pdt.G/2025/PN Skt itu masih diproses di Pengadilan Negeri Surakarta. Tim TIPU UGM menyatakan akan tetap melanjutkan perkara dengan fokus pada kejanggalan akademik, seperti perbedaan data pada ijazah SMA Jokowi dan dokumen pendukung lainnya.

Pihak tergugat dalam gugatan ini mencakup Presiden Joko Widodo, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Solo, SMAN 6 Solo, dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

7. Zaenal Mustofa Membantah Semua Tuduhan

Zaenal menyatakan bahwa dirinya telah menjadi mahasiswa Universitas Surakarta (Unsa) sejak 2008, sebelum laporan pemalsuan muncul pada 2009. Ia menilai ada kejanggalan dalam kronologi tuduhan yang diarahkan padanya dan menyerahkan proses pembelaan pada kuasa hukum yang telah ia tunjuk.

8. Dimensi Sosial dan Hukum: Gugatan Berbalik Arah

Peristiwa ini menimbulkan paradoks dalam konteks moral dan hukum. Di saat sekelompok pengacara menggugat keabsahan ijazah Presiden dengan semangat “penegakan integritas akademik”, muncul dugaan kuat bahwa salah satu tokohnya justru melanggar prinsip yang sama.

Kasus ini tidak hanya menyangkut aspek hukum pidana, tetapi juga mencoreng kredibilitas gerakan sipil yang menuntut transparansi. Ini memperlihatkan bahwa tuntutan integritas harus dimulai dari dalam kelompok itu sendiri.

Baca Juga: Jadwal Pencairan KLJ Tahap 2 2025 dan Langkah Mencairkan Bantuan di Bank DKI

9. Pengawasan Akademik dan Regulasi Ditjen Dikti

Kasus Zaenal Mustofa membuka wacana tentang pentingnya pengawasan sistem akademik di perguruan tinggi. Integritas dalam sistem pelaporan data mahasiswa, pemrosesan NIM, dan penerbitan ijazah perlu diperkuat.

Dirjen Dikti berpotensi terlibat lebih aktif dalam verifikasi silang, terutama pada kasus-kasus yang menyangkut aktor publik. Skema audit data perguruan tinggi, baik swasta maupun negeri, menjadi urgensi yang tak bisa diabaikan.

10. Potensi Dampak Politik dan Etis

Karena Zaenal Mustofa sempat menjadi calon legislatif dalam Pemilu 2024, kasus ini juga memiliki dimensi politik. Penetapan tersangka terhadapnya dapat dimanfaatkan sebagai amunisi politik oleh berbagai pihak, baik untuk menyerang kredibilitas gerakan oposisi, maupun untuk menguatkan legitimasi pemerintahan saat ini.

Namun lebih dari sekadar konflik elite, masyarakat juga terdorong untuk lebih kritis terhadap legalitas akademik para pemimpin dan tokoh masyarakat.

Kasus Zaenal Mustofa adalah pengingat keras bahwa integritas hukum dan akademik tidak boleh bersifat selektif. Ketika seorang penggugat yang menyerukan kebenaran justru tersandung dugaan kebohongan serupa, maka publik berhak mempertanyakan motif dan kredibilitasnya.

Dalam sistem demokrasi, gugatan hukum adalah hak. Namun hak itu harus dijalankan dengan kejujuran, konsistensi, dan akuntabilitas. Jika tidak, drama hukum yang bermula dari idealisme bisa berubah menjadi ironi yang memalukan.

Tags:
Identitas mahasiswaKasus akademik IndonesiaTIPU UGMIjazah JokowiPemalsuan IjazahZaenal Mustofa

Yusuf Sidiq Khoiruman

Reporter

Yusuf Sidiq Khoiruman

Editor