Saat itu, polusi dianggap hal biasa dan belum diatur secara ketat oleh pemerintah.
Ironisnya, pencemaran justru dianggap sebagai simbol kemajuan ekonomi. Kesadaran masyarakat terhadap dampak buruk lingkungan masih sangat minim.
Namun, semuanya berubah pada Januari 1969, ketika terjadi tumpahan minyak besar-besaran di Santa Barbara, California.
Peristiwa itu memicu kemarahan publik dan menjadi titik balik penting. Senator Gaylord Nelson, yang sejak lama prihatin terhadap kerusakan lingkungan, tergerak untuk menciptakan gerakan besar agar bisa mengedukasi masyarakat secara luas.
Dengan semangat gerakan anti-perang yang sedang marak saat itu, Nelson menggandeng aktivis muda bernama Denis Hayes untuk mengorganisasi sebuah kampanye kesadaran lingkungan berskala nasional.
Mereka kemudian menetapkan tanggal 22 April sebagai hari penyelenggaraan yang dipilih karena berada di antara musim semi dan ujian akhir semester, sehingga memungkinkan partisipasi besar dari kalangan mahasiswa.
Pada 22 April 1970, Hari Bumi pertama pun digelar dan berhasil melibatkan lebih dari 20 juta orang di seluruh Amerika Serikat.
Memasuki tahun 2025, Hari Bumi mengusung tema global “Our Power, Our Planet” atau dalam bahasa Indonesia “Kekuatan Kita, Planet Kita”.
Tema ini menyerukan aksi kolektif dalam mendorong transisi energi global menuju sumber energi terbarukan.
Kampanye ini mengajak seluruh masyarakat dunia untuk melipatgandakan penggunaan listrik bersih hingga tahun 2030, sebagai langkah nyata dalam menghadapi krisis iklim yang semakin mendesak.