Dalam program berbasis konsumsi masif seperti MBG, aspek pengawasan menjadi krusial. Pengawasan ini tidak cukup hanya dalam bentuk administratif atau pengadaan vendor, melainkan harus mencakup:
- Audit keamanan pangan secara berkala
- Sertifikasi bahan baku oleh lembaga seperti BPOM dan BPJPH
- Pelatihan tenaga penyaji makanan di lapangan
- Penanganan rantai pasok dingin untuk makanan olahan
Sayangnya, pendekatan program MBG cenderung menyeragamkan pola distribusi tanpa mempertimbangkan kompleksitas geografis, budaya konsumsi lokal, dan kapasitas logistik di setiap daerah.
Alternatif: Usulan Sistem Voucher
Seiring dengan memanasnya diskusi publik, muncul pula sejumlah usulan perbaikan sistem. Salah satu yang paling banyak mendapat dukungan adalah sistem voucher makan.
Dengan pendekatan ini, alih-alih menerima makanan siap saji dari pihak ketiga, para orang tua diberikan voucher atau saldo digital yang bisa digunakan untuk membeli bahan makanan berkualitas di pasar lokal.
Sistem ini dinilai memiliki beberapa keunggulan:
- Memberikan kontrol kualitas kepada orang tua
- Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pola makan anak
- Menghindari risiko keracunan dari makanan massal
- Mendukung ekonomi lokal melalui pasar tradisional
Seorang pengguna media sosial menulis, “Kenapa nggak kasih voucher aja? Orang tua belanja sendiri, anak bawa bekal, lebih aman.”
Usulan ini bukan tanpa dasar, mengingat banyak negara dengan program gizi anak telah mengadopsi model serupa, seperti Supplemental Nutrition Assistance Program (SNAP) di Amerika Serikat.
Dimensi Lain: Sekolah Sebagai Ruang Aman
Sekolah seharusnya menjadi ruang aman bagi tumbuh kembang anak. Ketika sekolah menjadi tempat terjadinya insiden kesehatan akibat makanan yang disediakan pemerintah, maka terjadi kontradiksi mendasar antara niat program dan realitas pelaksanaannya.
Dampak dari insiden semacam ini tidak hanya bersifat fisik dalam bentuk penyakit tetapi juga psikologis. Anak-anak yang mengalami trauma karena keracunan cenderung enggan kembali mengonsumsi makanan sekolah, bahkan menolak untuk bersekolah. Ini menjadi kontra produktif terhadap misi pendidikan dan kesehatan nasional.
Evaluasi dan Reformasi: Jalan Tengah yang Diperlukan
Evaluasi menyeluruh terhadap MBG bukan sekadar tuntutan publik, melainkan keniscayaan. Pemerintah harus segera:
- Menyusun sistem pengawasan berbasis teknologi digital
- Membentuk tim investigasi independen atas insiden Cianjur
- Menyusun ulang mekanisme tender vendor makanan dengan standar yang lebih tinggi
- Menyediakan pelatihan khusus untuk seluruh penyedia makanan sekolah
- Mempublikasikan laporan pengawasan makanan secara berkala kepada publik
Lebih dari itu, program MBG perlu diperlakukan sebagai bagian dari kebijakan kesehatan publik nasional, bukan sekadar program bantuan sosial.
Baca Juga: Semen Padang FC Laporkan Wasit ke PT LIB Usai Dua Gol ke Gawang PSIS Semarang Dianulir