"Salah satu agendanya, pemberhentian terhadap beberapa pihak di pimpinan pusat Bank Jatim yang diduga terlibat dalam kasus kredit fiktif di Bank Jatim cabang Jakarta," pungkasnya.
Hal ini disebut sesuai dengan Peraturan Menteri dalam Negeri (Pemendagri) Nomor 37 Tahun 2018 tentang pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Pengawas atau anggota Komisaris dan anggota Direksi BUMD.
Selain itu, langkah ini juga merujuk pada ketentuan pasal 2 ayat (4) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 15/POJK.04/2020 tentang rencana dan penyelenggaraan RUPS perusahaan terbuka, dalam menyelenggarakan RUPS lainnya (RUPSLB) pada setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan perusahaan terbuka.
Kronologi Kasus Kredit Fiktif Bank Jatim
Awal investigasi dugaan kredit fiktif bermula pada 20 Februari 202 lalu, dimana Kejaksaan Tinggi Jakarta Timur memulai penyelidikan terhadap Benny, pejabat Bank Jatim Cabang Jakarta, terkait indikasi pengucuran kredit fiktif kepada dua perusahaan.
Diantaranya perusahaan yang terlibat itu adalah PT Indi Daya Group dan PT Indi Daya Rekapratama, dengan modus operandi penggunaan agunan palsu dimana meminjamkan aset fiktif milik BUMN dan dilakukan seolah-olah terdapat kerja sama padahal tidak.
Selain itu pencairan dana menggunakan kedok dimana seluruh dokumen pendukung telah dimanipulasi untuk melancarkan aksi ini. Dari penyelidikan, Benny sebagai kepala cabang berperan untuk memfasilitasi pencairan kredit ilegal.
Lalu Fitri Kristiani bertindak sebagai operator yang mengurus dokumen palsu, serta Bun Sentoso dan Agus Dianto Mulia sebagai rekanan yang mengelola pencairan dana.
Baca Juga: Diduga Peserta PPDS Unsri Keluhkan Kelakuan Seniornya: Makan Empat Kali Sehari tapi Kita yang Bayar
Skala penipuan dalam kasus ini kabarnya sebanyak 65 kredit utang dan 4 kredit kontraktor fiktif dengan total kerugian negara mencapai Rp569,4 miliar. Dana diklaim untuk dipergunakan sebagai modal kerja proyek fiktif yang pada kenyataannya tidak pernah ada.
Saat ini proses pemeriksaan intensif masih dilakukan oleh pihak berwajib untuk menyelesaikan kasus, termasuk mencari barang bukti tambahan dalam mendukung pidana.
Implikasi dari kasus kredit fiktif ini sendiri adalah pelanggaran berat terhadap prinsip kehati-hatian perbankan, potensi kerugian sistemik di sektor perbankan, serta uji tuntas terhadap praktik pengawasan internal Bank Jatim.