POSKOTA.CO.ID - Nama Jansen Manansang kembali menjadi perbincangan publik setelah munculnya laporan dugaan eksploitasi manusia dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh Oriental Circus Indonesia (OCI) dan Taman Safari.
Laporan tersebut tidak hanya menyoroti kondisi kerja pemain sirkus di masa lalu, tetapi juga membuka kembali diskusi tentang akuntabilitas institusi konservasi dan hiburan di Indonesia yang telah berdiri selama puluhan tahun.
Jansen Manansang, seorang tokoh senior dalam dunia konservasi satwa di Indonesia, merupakan sosok sentral di balik pengelolaan dua entitas besar ini. Meski telah berusia 83 tahun, keterlibatannya dalam OCI dan Taman Safari tetap relevan dan signifikan.
Baca Juga: 5 Aplikasi Pinjol Tanpa KTP, Limit Hingga Rp100 Juta! Cocok Buat yang Butuh Dana Cepat
Latar Belakang Keluarga Manansang dan OCI
Oriental Circus Indonesia pertama kali didirikan oleh Hadi Manansang, ayah dari Jansen Manansang, pada era 1960-an. Sirkus ini berkembang menjadi salah satu atraksi keliling terbesar di Asia Tenggara, menggabungkan pertunjukan manusia dan satwa.
Ketika OCI mulai dikenal luas, anak-anak Hadi Manansang mulai terlibat aktif, termasuk Jansen, Frans Manansang, dan Tony Sumampau.
Dalam sebuah kutipan dari akun Tiktok @yaudah_terserah_, yang kemudian dikutip oleh media Poskota.co.id , disebutkan bahwa Jansen adalah anak sulung Hadi Manansang dan telah membantu mengelola OCI sejak awal pendirian.
Selain menjalankan sirkus, keluarga Manansang juga mendirikan Taman Safari Indonesia—taman konservasi sekaligus destinasi wisata edukatif yang kini memiliki beberapa cabang di Indonesia, termasuk di Cisarua, Prigen, dan Bali Safari & Marine Park. Jansen merupakan salah satu tokoh kunci dalam pendirian taman tersebut.
Kontroversi Dugaan Eksploitasi dan Pelanggaran HAM
Meski telah lama dikenal sebagai pelopor konservasi satwa dan pertunjukan sirkus di Indonesia, OCI dan Taman Safari kini menghadapi sorotan tajam.
Sejumlah mantan pemain sirkus mengajukan laporan kepada Kementerian Hukum dan HAM terkait dugaan eksploitasi manusia yang berlangsung sejak tahun 1970-an.
Beberapa poin yang disorot dalam laporan tersebut meliputi:
- Kerja paksa terhadap pemain sirkus, termasuk anak-anak
- Minimnya akses pendidikan selama pertunjukan keliling
- Praktik penganiayaan fisik dan psikis
- Ketidakjelasan status hukum pekerja, termasuk dokumen identitas
Laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Isu ini kembali mencuat pada rapat Komisi III DPR RI yang berlangsung pada 21 April 2025, yang menghadirkan langsung Jansen Manansang sebagai salah satu saksi utama.
Pernyataan Klarifikasi dari Jansen Manansang
Dalam rapat tersebut, Jansen memberikan klarifikasi kepada para anggota dewan dan publik yang mengikuti jalannya persidangan secara daring.
Ia menegaskan bahwa tuduhan terkait penyiksaan dan eksploitasi telah diperiksa Komnas HAM sejak tahun 1997.
“Saya turut membantu ayah saya, almarhum Hadi Manansang, dalam mendirikan Oriental Circus. Terkait tuduhan penyiksaan, saya klarifikasi bahwa kejadian itu sudah terjadi 30-40 tahun lalu dan telah diperiksa oleh Komnas HAM,” ujar Jansen dalam keterangannya.
Ia menyatakan bahwa kala itu Komnas HAM telah membentuk tim investigasi dan meninjau langsung kegiatan sirkus dan kondisi para pemain. Hasil investigasi menyebutkan bahwa tidak ditemukan bukti kuat yang menunjukkan adanya penyiksaan sistematis terhadap para pemain.
Tindak Lanjut Rekomendasi Komnas HAM
Walaupun hasil penyelidikan tidak menemukan pelanggaran signifikan, pihak OCI dan Taman Safari tetap diminta untuk memperbaiki beberapa aspek dalam pengelolaan SDM mereka. Salah satu rekomendasi utama adalah pemberian akses pendidikan formal kepada anak-anak pemain sirkus.
Jansen menyatakan bahwa seluruh rekomendasi Komnas HAM telah direspons dan dilaksanakan oleh pihak pengelola. Salah satu tindakan konkret adalah penghapusan sistem pendidikan keliling yang diganti dengan integrasi anak-anak pemain sirkus ke sekolah formal di lokasi pertunjukan.
“Kami menyambut baik semua masukan dan terus berkomitmen memperbaiki sistem,” kata Jansen.
Tanggapan Publik dan Respons Media Sosial
Munculnya kembali kasus ini memicu diskusi luas di media sosial. Banyak netizen yang mempertanyakan bagaimana dugaan pelanggaran seperti ini bisa luput dari sorotan selama puluhan tahun.
Tak sedikit pula yang menyoroti kurangnya transparansi dalam manajemen pekerja sirkus serta perlindungan hukum terhadap seniman pertunjukan.
Sosok istri Jansen Manansang bahkan ikut menjadi perbincangan di media sosial. Beberapa pengguna TikTok dan platform media sosial lainnya membagikan foto dan informasi mengenai keluarga besar Manansang, mengindikasikan rasa penasaran dan kekhawatiran publik terhadap siapa saja yang berada di balik sistem ini.
Baca Juga: Sangat Mudah Tinggal Scan! Cara Pakai QRIS di Aplikasi DANA
Peran Strategis Taman Safari dalam Konservasi
Meski tengah dilanda polemik, Taman Safari tetap diakui sebagai salah satu lembaga konservasi terbesar di Indonesia. Mereka telah berperan aktif dalam program breeding, rehabilitasi satwa, dan kampanye perlindungan hewan langka seperti harimau sumatera dan orangutan.
Namun, kasus ini menimbulkan pertanyaan etis mengenai apakah lembaga konservasi dapat dipisahkan dari sejarah panjang hiburan berbasis eksploitasi—terutama jika lembaga tersebut berakar pada pertunjukan sirkus.
Refleksi Akhir: Transparansi dan Reformasi
Kasus yang menimpa OCI dan Taman Safari menjadi cermin penting bagi dunia hiburan dan konservasi di Indonesia. Sejarah panjang organisasi bukan jaminan kebal dari evaluasi publik, terutama bila menyangkut isu hak asasi manusia.
Jansen Manansang, sebagai tokoh senior yang telah lama berada di jantung operasional organisasi, dituntut untuk memberi contoh transparansi dan akuntabilitas. Meski telah memberikan klarifikasi, sorotan terhadap keluarga Manansang tak serta merta mereda.
Bagi banyak pihak, perbaikan sistem yang disebutkan Jansen harus didukung dengan verifikasi independen, dokumentasi yang transparan, dan dialog terbuka dengan para korban.
Kasus ini mengajarkan bahwa warisan institusi, betapapun mulianya, tidak boleh lepas dari kritik dan pembaruan. Dinasti keluarga Manansang yang membangun sirkus dan taman konservasi perlu bertransformasi seiring tuntutan zaman menuju institusi yang lebih manusiawi, adil, dan terbuka.
Dengan sorotan publik yang terus menguat, langkah selanjutnya akan menentukan apakah Taman Safari dan Oriental Circus Indonesia mampu bertahan sebagai simbol konservasi atau justru dikenang sebagai bagian dari sejarah kelam pelanggaran HAM di sektor hiburan.