Peringati Hari Kartini, Komnas Perempuan Soroti Darurat Kekerasan terhadap Perempuan

Senin 21 Apr 2025, 20:39 WIB
Sejumlah penumpang perempuan menaiki bus Transjakarta ketika memanfaatkan momen Hari Kartini, Jakarta, Senin, 21 April 2025. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

Sejumlah penumpang perempuan menaiki bus Transjakarta ketika memanfaatkan momen Hari Kartini, Jakarta, Senin, 21 April 2025. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Dalam peringatan Hari Kartini, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti kondisi darurat kekerasan terhadap perempuan yang masih terjadi hingga kini. Termasuk kekerasan seksual terhadap yang bisa terjadi di dalam maupun di luar rumah, tak terkecuali di transportasi umum.

Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor mengakui banyak perempuan Indonesia telah meraih kesuksesan di bidang pendidikan dan menduduki posisi strategis di berbagai sektor berkat akses pendidikan yang lebih baik.

Namun, ia menyayangkan masih tingginya angka kekerasan terhadap perempuan, yang bahkan disebut sebagai “darurat kekerasan” oleh Kongres Perempuan.

Baca Juga: Fakta Menarik Perjuangan Kartini: Tak Sekadar Simbol Emansipasi

"Cukup banyak perempuan-perempuan yang memahami posisi strategis di negeri ini karena faktor pendidikan. Tetapi ada satu hal yang miris bahkan Kongres Perempuan menyebutnya sebagai darurat kekerasan terhadap perempuan," ujar Maria Ulfa dalam video singkatnya di akun Instagram Komnas Perempuan, Senin, 21 April 2025.

Lebih lanjut, berdasarkan catatan catatan tahunan Kongres Perempuan, selama tiga tahun berturut-turut rata-rata angkanya adalah 4.000 sampai 4.500 kasus. Dengan demikian, data tersebut menunjukkan bahwa per hari antara 16 sampai 18 kasus per hari yang melaporkan terkait dengan kasus kekerasan terhadap perempuan.

"Dari keseluruhan data ini yang masuk ke Kongres Perempuan, angka tertinggi adalah kekerasan fisik, angka tertinggi kedua adalah kekerasan seksual. Dalam minggu terakhir Kongres Perempuan mendapatkan laporan tentang tingginya kekerasan seksual di rana publik," katanya.

Baca Juga: Hari Kartini, Tarif MRT Rp1 untuk Wanita Disambut Antusias Warga Jakarta

Lebih lanjut, kata Ulfa, kekerasan seksual di ruang publik itu seperti perguruan tinggi, rumah sakit, rumah tahanan dan juga transportasi umum. Bahkan yang ebih memprihatinkan, pelaku sering kali adalah pihak yang seharusnya bertanggung jawab, seperti aparat atau pejabat, dengan korban yang berada dalam posisi lebih lemah.

"Oleh karena itu sekali lagi mari kita hentikan kekerasan terhadap perempuan dimanapun, oleh siapapun, dalam bentuk apapun," ucap dia.

Berita Terkait

News Update