POSKOTA.CO.ID - Vatikan mengumumkan bahwa pada Senin, 21 April 2025 pagi hari, Paus Fransiskus meninggal dunia dalam usia 88 tahun.
Kabar meninggalnya Paus Fransiskus tentu merupakan duka mendalam bagi umat Katolik di seluruh dunia.
Tidak hanya itu, Paus Fransiskus juga dikenal sangat memiliki toleransi yang tinggi dengan perbedaan suku, ras, dan agama.
Bahkan Paus dikenal sebagai sosok yang cinta damai, ia pun sempat berpesan agar Israel segera melakukan gencatan senjata terhadap Gaza.
Ia diketahui prihatin dengan penduduk Gaza yang kerap menerima ancaman dalam hidupnya karena ulah zionis.
Sehingga, ia dikenal dan dihormati oleh semua lapisan masyarakat termasuk para tokoh dunia.
Namun muncul pertanyaan, apa syarat yang harus dipenuhi oleh pengganti Paus Fransiskus selanjutnya?
Dikutip dari berbagai sumber, Paus merupakan pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma, sekaligus Kepala Negara Kota Vatikan.
Baca Juga: 62 Personel Polresta Tangerang Kawal Rombongan Umat Gereja Katolik ke GBK Ikut Misa Paus Fransiskus
Namun, pemilihan Paus bukan sekadar upacara religius, melainkan proses panjang yang diatur oleh tradisi dan hukum kanonik Gereja.
Berikut adalah syarat dan tahapan menjadi seorang Paus secara lengkap dan terstruktur.
Syarat Menjadi Paus
Secara teologis dan hukum kanonik, hanya ada beberapa syarat dasar untuk menjadi Paus, yakni sebagai berikut.
1. Laki-laki
Hanya pria yang dapat menerima tahbisan imamat dalam Gereja Katolik, sehingga hanya pria yang bisa menjadi Paus.
2. Sudah Dibaptis dalam Gereja Katolik
Kandidat harus seorang Katolik yang telah dibaptis.
3. Idealnya Seorang Kardinal
Meskipun secara teknis Paus bisa dipilih dari siapa saja yang memenuhi dua syarat di atas, dalam praktiknya, hampir selalu dipilih dari antara para Kardinal, pemimpin senior Gereja Katolik yang ditunjuk oleh Paus sebelumnya.
Tahapan Pemilihan Paus
Pemilihan Paus disebut Konklaf, dari bahasa Latin cum clave yang berarti "dengan kunci", merujuk pada proses penguncian para Kardinal dalam Kapel Sistina hingga mereka memilih seorang Paus yang baru.
1. Sede Vacante
Pemilihan Paus dimulai setelah posisi Paus kosong, baik karena wafat maupun pengunduran diri (seperti yang dilakukan Paus Benediktus XVI pada 2013). Masa ini disebut Sede Vacante.
2. Pemanggilan Konklaf
Sekretaris Dewan Kardinal akan memanggil seluruh Kardinal yang berhak memilih, biasanya mereka yang berusia di bawah 80 tahun, untuk berkumpul di Vatikan dalam waktu maksimal 20 hari setelah kekosongan takhta.
3. Proses Konklaf di Kapel Sistina
Para Kardinal dikarantina dari dunia luar dan melakukan pemungutan suara secara rahasia. Setiap hari dilakukan hingga empat kali pemungutan suara (dua pagi, dua sore).
- Dibutuhkan dua pertiga suara dari jumlah pemilih untuk menentukan pemenang.
- Jika ada hasil yang belum mencapai dua pertiga, maka akan terus dilakukan pemungutan suara hingga ada yang memenuhi syarat.
4. Pengumuman dan Penerimaan
Setelah terpilih, Kardinal yang mendapat suara terbanyak akan ditanya:
"Acceptasne electionem de te canonice factam in Summum Pontificem?" ("Apakah Anda menerima pemilihan yang sah sebagai Paus?")
Jika menerima, ia akan memilih nama kepausannya.
5. Habemus Papam
Setelah pemilihan dan penerimaan, seorang Kardinal senior akan muncul di balkon Basilika Santo Petrus dan mengumumkan:
"Habemus Papam!" ("Kita memiliki Paus!")
Kemudian Paus baru akan muncul untuk memberikan berkat apostolik pertamanya kepada umat.
Pelantikan dan Tugas Awal
Paus yang terpilih kemudian menjalani Misa Pelantikan Paus, biasanya dalam waktu beberapa hari setelah pemilihan. Ia akan menerima pallium (selempang wol domba) dan Cincin Nelayan, simbol otoritasnya sebagai pengganti Santo Petrus.
Setelahnya, Paus langsung menjalankan tugas sebagai pemimpin spiritual bagi lebih dari 1,3 miliar umat Katolik di seluruh dunia, termasuk:
- Menentukan arah doktrin Gereja
- Mengangkat uskup dan kardinal
- Melakukan perjalanan apostolik ke berbagai negara
- Memimpin misa-misa besar, termasuk Natal dan Paskah
Pemilihan ini bukan hanya penting bagi Gereja Katolik, tetapi juga menjadi perhatian dunia karena pengaruh besar yang dimiliki oleh pemimpin Vatikan dalam hal spiritual, sosial, dan bahkan geopolitik.