Mas Ajeng Ngasirah: Kisah Ibunda RA Kartini yang Terlupakan di Balik Semangat Emansipasi

Senin 21 Apr 2025, 12:42 WIB
Kisah Mas Ajeng Ngasirah, sosok di balik Raden Ajeng Kartini memperjuangkan emansipasi. (Sumber: Dok Arsip Nasional)

Kisah Mas Ajeng Ngasirah, sosok di balik Raden Ajeng Kartini memperjuangkan emansipasi. (Sumber: Dok Arsip Nasional)

POSKOTA.CO.ID - Nama Raden Ajeng Kartini atau RA Kartini telah lekat sebagai ikon emansipasi perempuan Indonesia.

Lahir di Jepara pada 21 April 1879, Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan yang memperjuangkan kesetaraan hak dalam dunia pendidikan dan sosial.

Namun, di balik perjuangan besar itu, ada sosok ibunda yang jarang disebut, Mas Ajeng Ngasirah yang turut membentuk pandangan hidup Kartini tentang keadilan dan kemanusiaan.

Baca Juga: Link Twibbon Hari Kartini 21 April 2025 dengan Desain Kekinian untuk IG dan WA, Download di Sini

Dikutip dari YouTube Info Poluper75, berikut ini adalah sosok dan peran Ngasirah, ibunda dari RA Kartini.

Ngasirah, Perempuan Sederhana yang Menjadi Selir

Ngasirah bukan berasal dari kalangan bangsawan. Ia adalah putri seorang mandor perkebunan gula di Mayong, Jepara, bernama Haji Rono, dan ibunya bernama Siti Aminah.

Baca Juga: RA Kartini dan Surat-Surat Perjuangan dari Jepara Menembus Hinda Belanda, Mendobrak Dinding Tradisi Demi Emansipasi Wanita

Sebelum menikah dengan ayah Kartini, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, Ngasirah adalah seorang pembatik.

Pernikahan mereka terjadi pada 1872. Saat itu, Sosroningrat masih menjabat sebagai wedana di Mayong, dan menjadi salah satu dari sedikit pejabat yang fasih berbahasa Belanda.

Kariernya terus menanjak hingga ia diangkat sebagai Bupati Jepara. Namun, status Ngasirah sebagai rakyat biasa membuatnya tidak memenuhi syarat sebagai istri sah Bupati dalam sistem kolonial Belanda, yang mensyaratkan darah bangsawan. Ia pun harus turun derajat menjadi selir.

Jadi Ibu Tapi Dipanggil Hiu

Dari pernikahan tersebut, Ngasirah melahirkan delapan orang anak, termasuk Kartini. Karena statusnya sebagai selir, ia tidak diperbolehkan tinggal di rumah utama pendopo kabupaten.

Berita Terkait

News Update