Kisah Kelam Perjuangan Kartini: Hadapi Larangan Pendidikan Tinggi hingga Diskriminasi di Kehidupan Sosial

Senin 21 Apr 2025, 15:05 WIB
Kisah kelam perjuangan Kartini di masa lalu, sempat menghadapi larangan pendidikan tinggi hingga diskriminasi dalam kehidupan sosial. (Sumber: Dok Arsip Nasional)

Kisah kelam perjuangan Kartini di masa lalu, sempat menghadapi larangan pendidikan tinggi hingga diskriminasi dalam kehidupan sosial. (Sumber: Dok Arsip Nasional)

POSKOTA.CO.ID - Raden Ajeng (RA) Kartini dikenal melalui surat-suratnya yang lembut dan penuh harapan. Sosoknya kerap digambarkan sebagai perempuan Jawa yang halus, santun, dan cerdas.

Namun, di balik kata-kata indah yang ia tuliskan, tersimpan kisah kelam tentang penindasan, kesepian, dan perlawanan yang tak tampak di permukaan.

Kartini bukan sekadar perempuan ningrat yang pandai merangkai kata. Ia adalah pejuang yang terluka secara batin, diasingkan secara sosial, namun tetap memilih untuk melawan dengan caranya sendiri.

Baca Juga: 10 Link Twibbon Hari Kartini 2025 Gratis, Desain Unik dan Penuh Warna

Dikutip dari YouTube StorySejarah, berikut ini adalah kisah kelam yang harus dilalui RA Kartini untuk memperjuangkan kesetaraan perempuan Indonesia di masa kolonial Belanda.

Kisah Kelam Perjuangan Kartini

Dipingit dan Dibatasi

Lahir dari keluarga bangsawan Jawa, Kartini tidak otomatis mendapatkan kebebasan. Sebaliknya, ketika usianya masih belasan, ia mengalami masa pingitan, tradisi yang melarang perempuan keluar rumah, bersekolah, bahkan membaca surat kabar. Hidupnya dibatasi oleh tembok adat dan norma.

Baca Juga: Makna Gelar Raden Ajeng pada RA Kartini, Perbedaannya dengan Raden Lainnya dan Awal Mula Hari Peringatannya

Namun, Kartini tidak tinggal diam. Ia memilih untuk melawan lewat tulisan. Ia mulai berkirim surat dengan sahabat-sahabatnya di Eropa, menyuarakan kegelisahan soal pendidikan, kebebasan berpikir, dan nasib perempuan Jawa pada masa itu.

Ia sadar bahwa perjuangan tidak selalu harus dengan senjata, tapi bisa melalui pena dan pikiran.

Perjuangan yang Pendek, Tapi Dalam

Perjuangan Kartini tidak berlangsung lama. Ia dinikahkan pada usia muda dan hanya sempat merasakan sedikit kebebasan setelah pernikahannya.

Tak lama kemudian, ia wafat dalam usia 25 tahun, hanya beberapa hari setelah melahirkan anak pertamanya.

Perjuangannya tersebut tidak sia-sia, emasipasi perempuan tersebut bisa dirasakan hingga generasi saat ini

Kini setiap 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini. Biasanya dirayakan dengan mengenakan kebaya dan menyanyikan lagu-lagu nasional.

Menghidupkan Semangat Kartini di Masa Kini

Kartini bukan sekadar simbol emansipasi. Ia adalah suara yang menggema dari balik jeruji adat, yang masih relevan hingga hari ini.

Menghormati perjuangannya bukan hanya soal seremoni, tetapi juga dengan melanjutkan semangat kritis dan keberanian yang ia tunjukkan.

Berita Terkait

News Update